Penderitaan Perempuan di Gaza, Tidak Ada Pembalut untuk Menstruasi

Tempat penampungan sementara untuk para pengungsi Palestina di Jalur Gaza tengah.
Sumber :
  • ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad.

Gaza – Perempuan Palestina di Gaza kekurangan pembalut, alat sterilisasi, dan peralatan kebersihan pribadi. Hal ini berdampak negatif terhadap kehidupan mereka di tengah berlanjutnya perang tanpa pandang bulu yang dilakukan Israel di wilayah Palestina selama tiga bulan.

Media Arab sebut Hamas Setuju Bebaskan 33 Warga Israel yang Disandera

Berbicara kepada The New Arab, perempuan setempat mengeluh bahwa mereka kadang-kadang harus menghabiskan waktu berhari-hari untuk mencari di apotek, toko, dan pasar lokal hanya untuk menemukan pembalut dan tisu. Meski demikian, mereka juga tidak mendapatkan satu pun peralatan pribadi yang mereka butuhkan.

Mereka mengaku menderita akibat tidak adanya perlengkapan kebersihan diri, terutama pada saat siklus menstruasi yang memerlukan perhatian khusus terhadap kebersihan.

Rudal Milisi Bayaran Iran Gempur Kota Terbesar Ketiga Israel

Ilustrasi menstruasi/haid/pembalut.

Photo :
  • Freepik

Di antara perempuan-perempuan tersebut adalah Zainab Omar, seorang pengungsi Palestina di kota Rafah, yang menghabiskan beberapa hari mencari pembalut namun tidak dapat memperolehnya.

Tiga Pelajar di Blitar Terekam Mabuk di Tengah Sawah, Diduga Konsumsi Arak Jawa Campur Soda

“Saya terpaksa mengungsi dari rumah saya di Kota Gaza ke Rafah tanpa bisa membawa apa pun. Tanpa pakaian, tanpa uang, tanpa apa pun,” kata ibu tiga anak berusia 28 tahun itu, dikutip dari The New Arab, Sabtu, 30 Desember 2023.

"Saya tidak tahu bahwa perang akan berlangsung lama dan saya akan tinggal jauh dari rumah untuk waktu yang lama. Saya berjuang keras untuk bertahan hidup, dan menghadapi semua keadaan sulit yang saya dan suami saya hadapi,” tambahnya.

Zainab tidak tahu bahwa dia akan menghadapi perjalanan siksaan baru, yang akan melibatkan pencarian pembalut wanita, ketika masa menstruasinya semakin dekat.

“Saya tidak mempersiapkan diri untuk kondisi seperti itu. Saya sudah datang bulan, dan saya tidak membawa perlengkapan mandi pada hari-hari seperti ini. Suami saya sering mencari pembalut untuk saya, tetapi dia tidak menemukannya,” ucapnya.

Wanita muda tersebut harus membuang jilbabnya dan memotongnya menjadi tiga bagian untuk digunakan sebagai pengganti pembalut wanita, karena dia biasa mencuci jilbab yang dia gunakan.

"Saya banyak menangis. Saya takut tertular bakteri saat menggunakan kain sebagai pengganti pembalut, tapi saya tidak punya pilihan lain."

Situasinya lebih buruk

Israel buldozer kamp pengungsi Palestina di RS Kamal Adwan, Gaza Utara

Photo :
  • Akhbar al Aan

Di lain sisi, bagi Maram Al-Sayed, seorang perempuan pengungsi asal Kota Gaza, mengatakan bahwa situasinya lebih buruk, terutama sejak ia melahirkan bayinya, setelah pecahnya perang antara Hamas dan Israel.

“Saya diusir dari rumah sebelum saya melahirkan tanpa membawa satu pun pakaian bayi atau bahkan perlengkapan melahirkan saya. Saya pikir saya akan segera kembali ke rumah saya, tetapi semua harapan saya sia-sia," ujar Maram.

Setelah beberapa minggu, ibu muda tersebut mengenang, “Saya dan suami berjuang keras untuk membeli pakaian bayi, serta perlengkapan mandi dan pembalut. Tapi kami hanya menemukan sedikit di antaranya dengan harga yang sangat mahal.”

"Pembalut saya hanya bertahan beberapa hari, dan inilah yang membuat saya menggunakan potongan kain untuk digunakan selama masa nifas,” tambahnya.

Akibat kekurangan air, cuaca dingin, serta kurangnya pembalut dan perlengkapan mandi, Maram terjangkit infeksi bakteri pada alat kelamin yang memaksanya harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari tanpa anaknya.

“Karena infeksi bakteri, saya tidak berhenti menstruasi dan penyakit itu masih terus saya alami hingga saat ini. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa mereka mungkin harus melakukan operasi pada rahim jika tubuh saya tidak merespons perawatan medis,” jelasnya.

Remaja putri tersebut khawatir bahwa dia tidak akan dapat memiliki anak lagi jika penderitaannya berlanjut dalam jangka waktu yang lebih lama.

Kurangnya persediaan untuk perempuan, terutama pembalut wanita, telah mendorong banyak aktivis untuk mengeluarkan seruan di platform media sosial, yang menuntut penyediaan perlengkapan kebersihan pribadi.

Mereka menekankan bahwa persediaan tersebut bukanlah barang mewah, namun penting untuk menjamin kesehatan perempuan, dan mungkin ada dampak negatif yang besar jika tidak tersedia bagi perempuan.

Kelangkaan perbekalan perempuan di Jalur Gaza disebabkan adanya pencegahan masuknya bantuan kemanusiaan melalui jalur darat Rafah, sejak pecahnya perang antara Hamas dan Israel.

Akibatnya, beberapa wanita terpaksa menggunakan obat kontrasepsi untuk menunda siklus menstruasi mereka, menyebabkan banyak dari mereka merasakan sakit yang luar biasa dan memperburuk penderitaan mereka sehari-hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya