Pengadilan Malaysia: Non Muslim Tak Boleh Pakai "Allah"

Awan mirip tulisan lafal Allah jelang pemakaman teroris Dulmatin
Sumber :
  • Koleksi pribadi Dadang Trimulyanto
VIVAnews
- Sebuah pengadilan banding di Malaysia memutuskan sebuah harian Kristen, The Herald, tak boleh menggunakan kata "Allah" untuk merujuk pada Tuhan. Putusan ini membatalkan putusan pengadilan lebih rendah tahun 2009 lalu.


"Penggunaan kata Allah bukan bagian integral dari keyakinan Kristen," kata hakim ketua Mohamed Apandi Ali dalam putusannya. "Penggunaan kata itu akan membingungkan warga," dalam putusan yang diambil Senin, 14 Oktober 2013 itu.


Kantor berita
Reuters
melaporkan, putusan ini jelas menambah ketegangan antaretnik di Malaysia. Pemerintahan berkuasa yang didominasi United Malays National Organisation (UMNO) mempertegas aksi afirmasi memperkuat etnik Melayu yang beragama Islam.


Pemerintah juga berpendapat "Allah" adalah milik Muslim. Tahun 2008, menteri dalam negeri Malaysia telah memutuskan soal itu sehingga digugat ke pengadilan pertama. Pengadilan pertama memutus koran tersebut bisa menggunakan kata "Allah". Pemerintah pun banding sehingga sampai ke pengadilan banding.


Telkom Punya Tabungan Rp6,8 Triliun
Pengacara koran Katolik itu berpendapat kata Allah lebih dulu daripada Islam dan telah lama digunakan Kristen yang berbahasa Melayu di Pulau Kalimantan. Kata "Allah" sendiri lumrah dipakai Kristen di Indonesia dan kebanyakan negara Arab tanpa tentangan dari otoritas Islam. 

PEVS 2024 Resmi Berakhir, Transaksi Diklaim Hampir Rp400 Miliar

Atas pendapat itu, The Herald akan mengajukan kasasi atas putusan banding tersebut. Gereja-gereja di Malaysia timur, Sabah dan Serawak, menyatakan akan terus menggunakan kata itu meski pengadilan berkata lain.
Perkara Es Susu Kurma untuk Buka Puasa Teuku Ryan, Jadi Penyebab Ria Ricis Ajukan Gugatan Cerai?


Etnik Melayu mendominasi 60 persen warga Malaysia yang berjumlah 28 juta orang. Seperempat warganya adalah etnik Cina dan terdapat minoritas seperti keturunan India. Pengikut Kristen berjumlah 9 persen. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya