Indonesia Minta Hak Veto PBB Dihapus
Sabtu, 27 September 2014 - 21:09 WIB
Sumber :
- REUTERS/Jessica Rinaldi
VIVAnews - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa meminta hak veto yang berlaku di Dewan Keamanan PBB agar dihapuskan sepenuhnya. Hal itu disebabkan, penggunaan hak veto tidak lagi sesuai dengan zaman atau anakronistik.
Baca Juga :
Komitmen Wujudkan Pemerintahan Bersih jika Pimpin Lamsel, Egi Akan Gandeng Pengawas Independen
Demikian isi siaran pers yang diterima oleh VIVAnews pada Sabtu, 27 September 2014 dari perwakilan RI untuk PBB di New York, Amerika Serikat. Permintaan itu disampaikan Marty ketika menghadiri pertemuan tingkat Menteri yang diselenggarakan oleh Prancis dan Meksiko bertajuk "Pengaturan Hak Veto terhadap Kekejaman Massal".
Pertemuan itu diketuai bersama oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius dan Menlu Meksiko, Jose Antonio Meade.
Baca Juga :
Terpopuler: Reaksi Denny Sumargo Dipolisikan Farhat Abbas, 5 Artis Ini Ternyata Keturunan Pahlawan
"Indonesia selama ini selalu konsisten dalam menolak penggunaan hak veto oleh anggota-anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Hak veto adalah anakronistik dan harus dihapus sepenuhnya," ungkap Marty dalam siaran pers.
Namun, mantan Duta Besar Indonesia di PBB itu, menyadari untuk mewujudkan hal tersebut, ada tantangan besar yang dihadapi. Oleh sebab itu, Marty mendukung inisiatif Prancis untuk membentuk tata kelakuan baik (COC) penggunaan hak veto di antara negara-negara anggota tetap DK PBB.
Hal itu, diyakini dapat menjadi langkah yang baik untuk memperkuat kredibilitas dan efektivitas kerja organ PBB itu.
Tujuan dari pertemuan yang dihadiri oleh 32 negara tersebut yaitu untuk membahas proposal Prancis mengenai perlunya COC di antara negara-negara anggota DK PBB untuk mencegah penggunaan hak veto dalam penanganan situasi kekejaman massal seperti genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis.
"Apabila hak veto digunakan dalam penanganan situasi tersebut, dianggap telah melumpuhkan DK PBB dalam melaksanakan tugasnya untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, berdasarkan mandat Piagam PBB," tulis perwakilan RI di PBB.
Mayoritas negara yang hadir dalam pertemuan itu, mendukung penuh proposal Prancis agar dibuat COC. Mereka juga satu suara dengan Indonesia, bahwa regulasi penggunaan hak veto merupakan unsur kunci dalam menciptakan DK PBB yang lebih representatif, efektif, transparan dan akuntabel.
Prancis berencana akan menyampaikan inisiatif itu ke negara-negara anggota tetap DK PBB.
DK PBB terdiri dari 15 anggota, namun hanya lima yang menjadi anggota tetap yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China dan Rusia. Indonesia telah menjadi anggota tidak tetap DK PBB selama beberapa kali yakni pada periode 1974-1975, 1995-1996 dan periode 2007-2008. RI juga berupaya untuk mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 2019-2020.
Bagi anggota tetap, mereka memiliki sebuah hak veto terhadap resolusi DK PBB. Namun, kerap kali hak veto itu digunakan untuk mencerminkan kepentingan negara yang berada di dalam lingkaran tersebut. Stasiun berita Al Jazeera, tahun 2012 silam mengambil contoh ketika China dan Rusia yang memveto draf resolusi yang menuntut supaya Presiden Suriah, Bashar al-Assad untuk mundur.
Sejak hak veto dibuat di tahun 1946 lalu, tercatat sudah ada 263 veto yang dikeluarkan.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Namun, mantan Duta Besar Indonesia di PBB itu, menyadari untuk mewujudkan hal tersebut, ada tantangan besar yang dihadapi. Oleh sebab itu, Marty mendukung inisiatif Prancis untuk membentuk tata kelakuan baik (COC) penggunaan hak veto di antara negara-negara anggota tetap DK PBB.