Triad di Balik Massa Tandingan Protes Pelajar Hong Kong

Massa tandingan menyerbu pemrotes pro-demokrasi Hong Kong, 4 Oktober.
Sumber :
  • REUTERS/Bobby Yip

VIVAnews - Ribuan orang menyerbu para pelajar yang menggelar aksi protes pro-demokrasi di Hong Kong, Jumat, 3 Oktober. Sedikitnya 19 orang ditangkap terkait dengan bentrok yang terjadi antara pemrotes dan massa tandingan yang pro-Beijing.

Badai Nida Hantam Hong Kong dengan Kecepatan 100 Km/Jam

Mengutip laporan polisi, Sabtu, 4 Oktober, BBC menyebut delapan dari 19 orang yang ditangkap adalah anggota Triad Hong Kong. Memperkuat dugaan bahwa pemerintah akan menggerakkan massa tandingan dalam menghentikan aksi protes pelajar.

Triad, sebuah organisasi kriminal berbasis di Hong Kong, Macau dan China daratan, memiliki keterikatan sejarah yang panjang dan kuat dalam proses pemberontakan terhadap kekaisaran China hingga terbentuknya Republik Rakyat China.

Kota-kota Tujuan Wisata Terpopuler 2015, RI Urutan Berapa ?

Bermula dari Tian Di Hui yang artinya langit, bumi dan manusia, komunitas patriotik dibalik gerakan pemberontakan etnis Han terhadap kekaisaran Manchuria, pada 1760-an. Pada 1911 Dinasti Qing berhasil ditumbangkan dalam Revolusi Xinhai.

Pendiri Republik China, Sun Yat Sen, juga disebut pernah menjadi salah satu pemimpin Triad, sehingga kelompok itu mendapat banyak keuntungan dengan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah China.
Ini Kota Termahal di Asia

Tapi setelah perang sipil yang dimenangkan oleh Partai Komunis, yang kemudian mendirikan Republik Rakyat China pada 1949, para anggota Triad menyingkir ke selatan menjadi organisasi kriminal bawah tanah di Hong Kong dan Macau.

Buka Akses

Pemimpin aksi protes pro-demokrasi Hong Kong, Minggu, 5 Oktober, mengatakan bakal membuka akses masuk ke gedung-gedung pemerintah sehingga para pegawai pemerintah dapat kembali bekerja, Senin, 6 Oktober. Namun menolak mengakhiri aksi protes.

Puluhan ribu pelajar, mahasiswa dan warga Hong Kong telah menggelar aksi protes selama lebih dari sepekan, sejak Jumat, 26 September lalu. Mereka menuntut agar Beijing membatalkan kebijakan untuk membatasi demokrasi dalam pemilihan langsung kepala eksekutif 2017.

Kepala Eksekutif Leung Chun-ying, Sabtu, menolak seruan pemrotes untuk mengundurkan diri. Dia memperingatkan bahwa situasi dapat menjadi diluar kendali, menyebabkan konsekuensi yang serius untuk keamanan publik dan ketertiban sosial.

Pada pernyataan resmi melalui televisi, Leung mengatakan hal paling utama adalah membersihkan akses masuk ke gedung-gedung pemerintah, sehingga lebih dari 3.000 pegawai pemerintah dapat bekerja secara normal untuk melayani publik.

Pemimpin Occupy Central, Benny Tai, mengatakan pemrotes akan memenuhi permintaan Leung. "Perhatian kami adalah Leung, bukan pegawai pemerintah. Dengan membuka akses, Leung tidak akan punya alasan untuk memaksa kami menghentikan protes dan membuat tuduhan yang konyol," katanya.

Para pemimpin protes mengatakan tidak bakal menghentikan aksi protes hingga tuntutan mereka dikabulkan. "Berapa lama kami akan protes? Hongga kami memenangkan perang ini," kata Jericho Li, mahasiswa berusia 19 tahun, pada Reuters. "Semua orang di sini sudah siap dengan konsekuensinya," tambah dia.

Beijing diyakini akan menahan diri untuk tidak menurunkan kekuatan militernya dalam mengatasi aksi protes. Kekhawatiran utama adalah jika pemerintah mulai memanfaatkan massa tandingan, seperti yang telah terjadi Jumat.

Bentrok diantara kelompok warga sipil, diyakini akan menjadi alasan bagi pemerintah untuk memberi wewenang bagi polisi anti huru-hara untuk membubarkan aksi protes dengan cara apapun, termasuk kekerasan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya