LSM: Sumbang Remitansi, TKI Masih Dianggap Sebelah Mata

Senyum Wajah Erwiana Jelang Sidang Putusan Pengadilan di Hongkong
Sumber :
  • REUTERS / Tyrone Siu
VIVA.co.id
- Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan buruh migran memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian suatu negara. Hal itu terbukti, dari nominal remitansi yang dikirimkan buruh migran ke negaranya.


Hal itu diungkap Wahyu ketika ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis, 19 Maret 2015. Dia kemudian mengambil contoh dua negara yang menjadi penyumbang remitansi terbesar di dunia yakni Filipina dan Vietnam.


"Buruh migran asal Filipina menyumbang US$28,4 miliar atau 9,8 persen dari GDP-nya. Sementara, Vietnam menyumbang US$11,4 miliar atau 1,5% dari GDP," papar Wahyu.
Intip Konsep Baru Sistem Penempatan Pekerja Migran RI di Malaysia


Denis Chairis Buat Rindu dan Cinta Terinspirasi, dari TKI
Vietnam, lanjut Wahyu, merupakan negara yang cepat mengakumulasi volume remitansinya. Di tahun 2007 lalu, nominal remitansi mereka masih berada di bawah Indonesia.

TKI asal Magetan Lolos Tes di Bandara Juanda padahal Positif COVID-19

Berdasarkan data, di tahun 2007, remitansi yang disumbang buruh migran Vietnam baru mencapai US$5,5 miliar. Indonesia, ketika itu sudah melampaui dengan memperoleh US$6,174 miliar.


Lalu, bagaimana dengan remitansi yang disumbang oleh buruh migran Indonesia? Berdasarkan informasi yang diperoleh Wahyu, total remitansi Indonesia yakni US$8,4 miliar atau 1,5% dari GDP.


Data dari Bank Dunia mengenai Migrasi dan Pembangunan, kawasan paling dinamis dalam pola migrasinya akan berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Bahkan, di tahun 2017 mendatang, kontribusi remitansi terbesar disumbang dari kawasan tersebut.


Namun, sayangnya dalam pandangan Wahyu, Pemerintah RI masih belum menganggap penting peranan buruh migran terhadap perekonomian, kendati nominal remitansi yang disumbang cukup besar. Oleh sebab itu, dia meminta kepada pemerintah agar serius dalam melindungi buruh migran. Sebab, kontribusi mereka cukup besar.


"Kita tidak bisa hanya melihat dari status buruh migran yang kerap disebut pembantu rumah tangga (PRT)," imbuh dia.


Maka dia berharap, sebelum pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, skema perlindungan buruh dibentuk.


"Harus ada upaya yang mengungkap peran-peran buruh dalam sektor-sektor komoditas produk dan jasa," imbuh dia.

![vivamore="
Baca Juga
:"]





[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya