Prancis Ancam Hubungan Jadi Renggang, Ini Respons Menlu RI

Serge Atlaoui
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id
Johan Budi Harusnya Tanggapi Laporan Haris Azhar
- Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi, meminta Pemerintah Prancis untuk menghormati hukum di Indonesia terkait pelaksanaan hukuman mati. Mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda itu mengatakan telah berkomunikasi dengan Menlu Prancis, Laurent Fabius, mengenai nasib salah satu warga mereka, Serge Atlaoui yang terancam akan dieksekusi mati dalam waktu dekat.

Dua Tahun Haris Azhar Simpan Rahasia Freddy Budiman

Demikian ungkap Retno ketika ditemui di Jakarta Convention Centre (JCC) kemarin. "Jika ada masalah hukum, kalau ada keberatan terhadap sistem hukum, maka sebaiknya (mereka) juga membuktikan hal tersebut melalui jalur hukum. Itu saja," kata Retno.
Polri, TNI dan BNN Diminta Cabut Laporkan Haris Azhar


Dia mengaku telah berkomunikasi dengan Fabius mengenai pelaksanaan eksekusi mati terhadap Atlaoui yang diprediksi dilakukan dalam waktu dekat. "Saya telah berkomunikasi melalui telepon," imbuh dia.


Retno pun enggan mengomentari mengenai efek buruk yang akan menimpa Indonesia seandainya tetap memberlakukan hukuman mati.


"Kita lihat nanti (efek yang ditimbulkan.red)," kata Retno.


Pada Kamis kemarin, Pemerintah Prancis menuding Indonesia telah melakukan kesalahan fatal ketika memproses kasus Atlaoui. Pekan ini, pengadilan telah menolak pengajuan banding Atlaoui. Sehingga, pelaksanaan eksekusi diprediksi segera dilakukan di Pulau Nusakambangan.


Laman
Dailymail
, Jumat, 23 April 2015 melansir, Presiden Prancis, Francois Hollande telah memperingatkan Indonesia mengenai rusaknya hubungan bilateral kedua negara jika eksekusi tetap dilakukan. Bahkan, pada Rabu kemarin Fabius telah memanggil kembali Duta Besar RI untuk Prancis untuk membahas kelanjutan kasus hukum Atlaoui.


Fabius mengaku sebelumnya telah menulis surat kepada Retno dan menyebut warganya telah menjadi korban dari persidangan yang terburu-buru dan dihukum berdasarkan pernyataan hakim yang keliru.


"Eksekusi yang akhirnya dijatuhkan terhadap Atlaoui justru membuat pemerintah dan publik Prancis bertanya-tanya, karena adanya kekeliruan dalam sistem hukum di Indonesia. Hak-haknya tidak dipenuhi," tulis Fabius.


Dia mengaku terkejut dengan keputusan Mahkamah Agung yang keluar hanya dalam waktu beberapa pekan. Sementara, persidangan bandar narkoba lainnya memakan waktu lebih dari satu tahun.


"Ini merupakan sebuah prosedur disrkiminatif terhadap salah satu warga kami yang tidak dijamin hak-haknya seperti warga Indonesia lainnya yang ikut terlibat dalam kasus yang sama," kata Fabius.


Dia menjelaskan hukuman mati yang dijatuhkan terhadap Atlaoui mengandung kekeliruan. Dalam hasil keputusan disebut pria empat anak itu berperan sebagai peracik di pabrik narkoba di daerah Cikande, Tangerang. Sementara, para saksi menyatakan Atlaoui hanya berperan sebagai tukang las.


Oleh sebab itu, Prancis mendorong Indonesia untu k menghormati proses hukum yang berlaku di dalam negeri dan aturan konvensi internasional mengenai hukum. Selain itu, dia meminta kepada Pemerintah Indonesia, agar grasi Atlaoui dikabulkan oleh Presiden Joko Widodo.


Atlaoui ditahan di Tangerang tahun 2005 di sebuah pabrik rahasia yang memproduksi ekstasi. Pabrik itu diklaim menjadi produsen ekstasi terbesar ketiga di dunia. Nilai keuntungan yang diperoleh dalam sekali produksi diklaim mencapai ratusan milyar rupiah.


Atlaoui dijatuhi hukuman mati pada 2007 lalu. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya