Pengadilan Kasasi UEA Tetap Jatuhkan Vonis Mati untuk Cicih

Protes Eksekusi Mati Dua TKI, Puluhan Orang Demo Kedubes Arab Saudi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Tenaga Kerja Indonesia asal Karawang, Cicih binti Aing Tolib, harus menelan kenyataan pahit lantaran pengadilan tingkat kasasi di Uni Emirat Arab pada Selasa, 19 Mei 2015, menguatkan keputusan hukum di pengadilan tingkat sebelumnya: Cicih tetap dijatuhi hukuman mati.

Menurut staf Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Rahmat Aming Lasim, yang ditemui VIVA.co.id di kantornya di Jakarta Pusat pada Kamis, 21 Mei 2015 mengatakan pengadilan lebih mengutamakan pengakuan Cicih yang membenarkan aksi pembunuhan terhadap balita berusia dua tahun. Sementara, permintaan KBRI Abu Dhabi untuk menghadirkan saksi ahli berupa dokter diabaikan oleh pengadilan.

"Sebelumnya, kami telah mengajukan keberatan, bahwa dokter yang dihadirkan adalah dokter yang pertama kali memeriksa balita tersebut ketika dilarikan ke rumah sakit. Tetapi, yang dihadirkan oleh pengadilan malah dokter forensik. Permintaan kami ditolak pengadilan dan mereka menganggap sudah cukup hanya dengan keterangan dari dokter forensik tersebut," papar Aming.

Aming melanjutkan, dalam kesaksiannya, dokter forensik mengatakan di jasad balita itu ditemukan indikasi benturan. Tetapi, tidak diketahui dengan jelas apa penyebab benturan itu.

"Padahal, bisa jadi benturan itu dilakukan karena tak sengaja. Maksud kami, dengan adanya dokter yang kali pertama memeriksa balita itu, karena dibutuhkan keterangan apakah benturan terjadi hanya sekali atau lebih," kata Aming.

Sebab, jika benturan terjadi hanya sekali, maka turut menguatkan alibi Cicih, balita itu jatuh secara tak sengaja. Sedangkan, jika jumlah benturan lebih dari sekali, maka diduga ada indikasi justru sengaja dibenturkan.

Terkait dengan pengakuan Cicih, Aming menambahkan, gadis berdarah Sunda itu sempat diiming-imingi bisa pulang lebih cepat ke Tanah Air jika mengakui perbuatannya. Namun, bukan tiket pulang yang diraihnya melainkan hukuman mati.

"Setelah didampingi oleh pengacara barulah dia menyadari dan mengubah pengakuannya. Kami mencurigai ada yang mengiming-imingi untuk mempercepat proses hukum," tutur Aming.

Pemerintah, kata Aming, melalui KBRI Abu Dhabi, telah berupaya maksimal untuk mengikuti proses kasusnya sejak awal mencuat. Namun, setiap kali membawa kasusnya ke tingkat lebih tinggi, pengadilan tetap menjatuhkan hukuman mati bagi Cicih.

"Di sana, bukti utama akan diabaikan jika sudah diperoleh pengakuan dari pelaku. Sementara, Cicih mengubah pengakuannya ketika persidangan banding. Saat itu, baru terungkap ada semacam rayuan yang memintanya untuk mengaku dengan iming-iming bisa segera pulang," tutur Aming.



Kini, pihak KBRI Abu Dhabi harus bekerja keras untuk bisa mengajukan peninjauan kembali. Namun, untuk bisa melakukan PK harus ditemukan bukti baru atau novum.

"Itu lah yang saat ini sedang kami telaah dan cari," Aming menambahkan.

Selain PK, celah lainnya yang bisa digunakan yakni meminta pemaafan dari keluarga korban dan meminta bantuan dari Emir (Raja) untuk mendorong keluarga korban memberikan pemaafan. Rencananya, isu Cicih ini akan disinggung oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi ketika melakukan kunjungan ke kawasan Timur Tengah nanti.

Cicih sendiri, kata Aming, terlihat tidak terkejut ketika mengetahui vonis dibacakan oleh pengadilan pada Selasa kemarin. Aming mengatakan, sejak awal, pihak KBRI telah menginformasikan kepada dia, kemungkinan hasil persidangan pada Selasa kemarin bisa menguatkan vonis mati atau mengulang kembali persidangan dari awal.

Selamat Dari Hukuman Mati, TKI Satinah Tiba di Tanah Air

(ren)

Wakil Menlu RI, A.M Fachir bersama dengan TKI Satinah

Sore Ini, TKI Satinah Dipulangkan ke Semarang

Sepekan menjalani perawatan di RS Kramatjati, Jakarta.

img_title
VIVA.co.id
8 September 2015