PBB Sebut Lebih dari 2.500 Migran Masih Ada di Laut

Kapal kayu yang digunakan migran Bangladesh dan Myanmar
Sumber :
  • REUTERS/Olivia Harris
VIVA.co.id
Myanmar Diminta Tak Diskriminatif Terhadap Rohingya
- Jelang pertemuan regional yang akan digelar Thailand, untuk membahas krisis migran Asia Tenggara pada Jumat, 29 Mei 2015, PBB mengatakan lebih dari 2.500 migran masih ada dalam kapal-kapal, di Teluk Bengal dan Laut Andaman.

Tokoh Rohingya Sanjung Keramahan Warga Aceh Utara

Dilansir dari
Kemlu: RI Harus Bangga Bersedia Tampung Imigran
Reuters , Kamis, 28 Mei 2015, ribuan Rohingya dari Myanmar dan migran Bangladesh, berusaha memasuki Malaysia dan Indonesia, dalam beberapa pekan terakhir, setelah Thailand memberantas praktik penyelundupan manusia, awal Mei.


Menurut data Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan badan pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan adalah lebih dari tujuh kapal yang mengangkut sekitar 2.600 orang, masih berada di laut.


Pertemuan di Bangkok, Jumat, akan melibatkan 17 negara termasuk Asean, ditambah Amerika Serikat (AS), Swiss, serta organisasi-organisasi internasional.


"Pertemuan difokuskan pada tindakan cepat untuk mengatasi isu (migran). Ini adalah seruan darurat bagi kawasan, untuk bekerjasama menghadapi meningkatnya migrasi," kata Panote Preechyanud, pejabat kementerian urusan luar negeri Thailand.


Penasihat khusus Sekjen PBB Vijay Nambiar, mengatakan pemilu yang akan digelar Myanmar pada November, dapat menjadi faktor yang memperumit usaha mengatasi isu Rohingya.


Menurutnya pemerintah Myanmar sedang berusaha mengatasi persoalan, namun tidak dapat mereka lakukan secara langsung, dengan bakal digelarnya pemilu. "Saya tidak berpikir, tudingan akan berguna," kata Vijay.


Beberapa diplomat mengatakan skeptis, atas hasil yang mungkin diperoleh dalam pertemuan di Bangkok. "Tidak akan ada solusi pekan depan. Solusi jangka panjang harus ada di Myanmar," kata seorang diplomat Barat.


Diplomat itu menyebut krisis migran adalah persoalan Asean, serta harus diselesaikan oleh Asean, yang sejauh ini masih mempertahankan prinsip non-intervensi sesama negara anggota.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya