Dubes Pakistan: Konflik Kashmir Sama Berat dengan Palestina

Pagar perbatasan Pakistan-India di wilayah sengketa Kashmir.
Sumber :
  • REUTERS/Mukesh Gupta

VIVA.co.id – Pendudukan India di Kashmir sejak tahun 1947 hingga saat ini masih terus dilakukan, bahkan rakyat Kashmir makin menderita akibat teror yang dilakukan pemerintah India. Kashmir yang seharusnya masuk di wilayah Pakistan karena mayoritas penduduknya adalah Muslim, masih terus mendapat serangan dari tentara India.

Lembah Surga Memanas, Gadis dan Orang Tua Jadi Korban Tembakan Mortir

Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, M. Aqil Nadeem, dalam acara seminar "Kashmir dalam Polemik HAM" yang diadakan di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, mengatakan teror di Kashmir telah lama menjadi sorotan di PBB. Badan Dunia itu juga telah melewati sejumlah resolusi untuk menyatakan Kashmir sebagai wilayah sengketa dan meminta kedua negara, Kashmir dan India, untuk mengadakan plebescite atau referendum.

"Mayoritas penduduk Kashmir adalah Muslim, 80 persen. Dan para tentara militer India ini, yang berjumlah 700.000, terus menerus menyerang mereka (Kashmiris). Tentara India telah membunuh wanita dan anak-anak di bawah umur. Lebih dari 80.000 orang tewas, 100.000 luka berat, ribuan hilang, dan ratusan perempuan menjadi korban pemerkosaan," ucap Dubes Aqil dalam sambutannya di acara tersebut, Kamis, 10 November 2016.

Pakistan Tolak Permintaan Presiden India Lewati Wilayah Udaranya

Sebenarnya, kata Dubes Aqil, konflik di Kashmir tidak akan muncul jika pemerintah India menaati janji-janjinya. Sewaktu Inggris memberikan kemerdekaan kepada dua anak benua India, yaitu India dan Pakistan, di tahun 1947 silam, ketika itu, pemerintah Inggris, India, dan Pakistan menyetujui bahwa dasar dari partisi (pemisahan) India dan Paskistan ada pada mayoritas agama yang dipeluk oleh masing-masing negara bagian.

"Ya, seharusnya, secara otomatis Kashmir masuk dan bergabung dengan Pakistan. Bahkan pada 15 Agustus 1947, rakyat Kashmir menyatakan untuk bergabung dengan Pakistan, sekaligus merayakan kemerdekaan Pakistan secara besar-besaran," ujar Dubes Aqil.

Tensi dengan India Meningkat, Pakistan Pindahkan Peralatan Militer

"Itu karena mereka (Kashmiris) mayoritas beragama Islam, meskipun waktu itu sedang dipimpin oleh Raja beragama Hindu. Sang Raja menolak keinginan rakyat. India datang seperti memanfaatkan situasi ini dan langsung merebut Kashmir pada 27 Oktober 1947 sampai saat ini. Mereka melakukan kecurangan," imbuhnya.

Sedangkan menurut Hendra Kurniawan, dosen Ilmu Politik Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Kashmir berada dalam situasi krisis kemanusiaan dan kasus pelanggaran berat HAM. Kasus di Kashmir tak ubahnya terlihat seperti kasus yang terjadi di Palestina sehingga dirasa harus mendapat sorotan internasional, termasuk PBB.

"Masalah Kashmir masih awam diangkat dan diberitakan oleh media-media di dunia, sampai saat ini. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim yang besar, sudah seharusnya bisa membantu mereka (Khasmiris) untuk memperjuangkan hak-haknya," kata Hendra dalam sambutannya.

Sejak pendudukan Kashmir oleh India, timbul gerakan-gerakan menentang India sehingga memancing PBB untuk ikut campur tangan dengan mengeluarkan resolusi berkali-kali. Resolusi dari Dewan Keamanan pada 21 April 1948 menyatakan bahwa plebisit/referendum harus dilaksanakan di Kashmir dengan memberikan hak kepada rakyat Kashmir untuk bergabung kepada Pakistan atau India, namun hingga kini India selalu menolaknya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya