Pembuat Surat Rapid Test Antigen Palsu Diciduk Polda NTB

PElaku pembuat rapid test palsu diciduk Polda NTB.
Sumber :
  • Satria Zulfikar/VIVA.

VIVA – Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB menangkap tersangka pemalsu surat rapid test. Pelaku berinisial EZZ, warga Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

MAKI Kirim Surat ke Nurul Ghufron, Minta Bantuan Mutasi ASN di Papua ke Jawa

Pelaku ditangkap usai memalsukan surat rapid test antigen untuk 15 jemaah tabligh yang akan menyeberang melalui Pelabuhan Lembar, Lombok Barat.

"Sudah dua bulan kita lidik, dengan berdasar laporan masyarakat bahwa beredar rapid antigen tidak sesuai aslinya alias palsu," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Komisaris Besar Polisi Hari Brata, Jumat, 29 Januari 2021.

Alasan Ria Ricis Tulis Sepucuk Surat Tentang Perceraiannya dengan Teuku Ryan

Baca juga: Kebakaran di Gedung Dinas Pendidikan Bekasi, 3 Lantai Rusak Berat

"Ini kita kembangkan kita dapat informasi ada 15 jemaah Tabligh yang akan pulang ke Gorontalo menyeberang melalui Pelabuhan Lembar dan mencari rapid antigen dengan hanya membayar Rp100 ribu," ujarnya.

Tulis Sepucuk Surat, Ria Ricis Angkat Bicara Soal Perceraian dengan Teuku Ryan

Rapid palsu itu dipesan Yoni Amarta Saputra (23 tahun) warga Lembar, yang saat ini menjadi saksi. Dia sebelumnya juga pernah memesan rapid antigen serupa kepada tersangka.

Berawal dari sana, polisi melakukan penyelidikan dan mengungkap pelaku. Polisi juga mengamankan uang Rp1,5 juta, tiga telepon genggam dan dokumen rapid test palsu.

"Sudah kita tetapkan tersangka dan kita tahan. Lebih lanjut kita masih dalami aksi pelaku ini sudah berlangsung sejak masa pandemi atau dilakukan berulang-ulang, karena melihat tinta stempel basah yang dibuat ini sudah berlangsung berulang-ulang," katanya.

Dijelaskan, pelaku membuat rapid test palsu untuk kepentingan bisnis. Sementara tersangka EZZ mengaku, membuat rapid palsu itu hanya untuk membantu rekan sesama jemaah Tabligh, meski menyadari bahwa perbuatannya tersebut bertentangan dengan hukum. "Baru pertama kali, niat saya hanya untuk membantu," katanya.

Tersangka juga mengaku, barang bukti komputer serta printer yang digunakan tersebut merupakan aset milik salah satu masjid, di wilayah Ampenan.

Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, dengan ancaman hukumannya selama 6 tahun penjara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya