Bela Nenek Buta Huruf, Jaksa Akan Ajukan Banding Kasus Penipuan Tanah

VIVA – Kejaksaan Negeri Depok bakal mengajukan banding terkait putusan hakim kepada terdakwa kasus penipuan tanah, Abdul Kodir Jaelani. Sebab, pemuda tersebut hanya divonis delapan bulan penjara.

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, SYL Pamer Kementan Pernah Dapat 4 Penghargaan dari KPK

Tak hanya itu. Jaksa juga keberatan lantaran dalam putusannya itu, hakim juga tidak mengembalikan sertifikat dari terdakwa kepada korban yaitu Arpah, yang merupakan seorang nenek buta huruf di Depok, Jawa Barat. 

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Depok, Herlangga menjelaskan, perlunya dilakukan banding atas putusan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku di kejaksaan. “Kita memiliki SOP yang menyatakan putusan itu tidak boleh setengah dari tuntutan, makanya kita harus banding,” katanya dilansir pada Jumat, 17 April 2020.

Kasus Pemuda di Cianjur Nikahi Wanita yang Ternyata Pria, Endingnya Begini

Ia menuturkan, ada beberapa alasan terkait persiapan banding tersebut. “Gimana kita enggak banding, kan kita tuntutannya 2 tahun. Tapi kan karena itu (putusan) lebih dari setengah tuntutan kita, ya kita wajib banding,” ujarnya.

Herlangga mengungkapkan, saat ini pihaknya telah melakukan persiapan banding. “Memori banding dalam waktu dekat akan di lanjutkan ke PT (Pengadilan Tinggi). Yang pasti pada saat putusan kita langsung banding ke majelis hakim," ujarnya.

Waspada Penipuan Program Bukalapak

Selain itu, jaksa juga bakal menuntut agar sertifikat dikembalikan kepada korban. “Nah gini, tuntutan itu sertifikat dikembalikan ke Bu Arfah. Berarti ada dua tuntutan. Satu mengenai hukuman kurang setengah, kemudian barang bukti,” katanya.

Herlangga mengungkapkan, mekanisme banding biasanya bakal memakan 2-3 bulan baru putus. “Ada mekanismenya kita menyatakan banding dulu, kemudian dalam 14 hari kita ngirim memori banding. Kemudian dari PT memeriksa berkas, sekarang enggak ada, lagi pemeriksaan di sidang,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Abdul Kodir Jaelani, terdakwa kasus penipuan tanah yang menjerat seorang nenek di Depok divonis delapan bulan penjara. Putusan hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu dua tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama delapan bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim, M. Iqbal Hutabarat, dalam amar putusan yang dibacakan saat sidang secara teleconference, di Pengadilan Negeri Depok, pada Rabu, 8 April 2020.

Majelis hakim menyepakati bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan terhadap bidang tanah seluas 103 meter persegi yang tidak dijual Arpah (korban), namun diklaim oleh terdakwa (Abdul Kodir Jaelani).

Selain itu, hakim menjadikan kelakuan baik terdakwa selama ditahan sebagai salah satu pertimbangan dalam vonis. Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut agar barang bukti sertifikat tanah Nomor 8198 yang sebelumnya atas nama Arpah (kemudian dibalik nama oleh terdakwa) agar dikembalikan kepada Arpah. Namun, hakim tidak mengabulkan tuntutan itu.

“Perkara kepemilikan sertifikat tanah bertentangan dengan Hukum Acara Perdata dan diselesaikan dalam ranah perdata. Barang bukti tersebut dikembalikan kepada terdakwa (AKJ),” kata Iqbal.

Kronologi

Diketahui, kasus ini bermula ketika wanita 64 tahun itu mengaku ditipu oleh terdakwa pada 2015 lalu. Tahun 2011, ia menjual tanah seluas 196 dari total 299 meter persegi pada Abdul Kodir yang tak lain adalah tetangganya.

Kemudian, sisa 103 meter persegi, Arpah mengaku tak menjualnya sama sekali. Lantaran percaya pada pemuda tersebut, nenek Arpah akhirnya menyerahkan seluruh sertifikat tanah yang dimilikinya, termasuk sisa 103 meter persegi luas tanah di dalamnya.

Ia pikir, Abdul Kodir akan memecah sertifikat itu. Namun, pada suatu hari di tahun 2015, terdakwa mengajak Arpah jalan-jalan. Ternyata mereka berlabuh ke kantor notaris di kawasan Bogor. Lantaran tuna aksara alias buta huruf, Arpah manut saja ketika diminta membubuhkan cap jempol di atas surat, yang rupanya akta jual beli sisa tanah, seluas 103 meter persegi tadi.

Setelah itu, terdakwa kemudian memberi Arpah uang senilai Rp300 ribu untuk jajan, tanpa menebus sepeser pun tanah seluas 103 meter persegi yang ia peroleh dari korbannya. Kasus ini pun akhirnya terbongkar ketika pihak bank mendatangi Arpah dengan dalil tanah tersebut telah digadaikan. Alhasil, Arpah dan keluarga pun syok lantaran kehilangan hak atas tanah dan bangunan yang ditinggalinya sejak puluhan tahun silam itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya