-
VIVA – Tahun 2020 menjadi tahun penuh kejutan buat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies tak lagi jomblo di kepemimpinan Jakarta. Dia kini didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria.
Pada tahun ini juga, kebijakan Anies dalam memerangi virus COVID-19 paling disorot. Wajar saja, DKI menjadi contoh dari daerah lain. Kebijakan Anies juga kerap kali bertentangan dengan pemerintah pusat. VIVA merangkum beberapa kebijakan Anies selama 2020, di antaranya:
1. Menko Airlangga Berang
Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak lagi salah mengambil dosis dalam menghadapi pandemi COVID-19. Sebab, hal itu bisa mengguncang fundamental ekonomi RI di tengah pandemi saat ini.
Menurut dia, pernyataan Anies yang kembali melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total, sebagaimana pada Maret 2020, dinilai “overdosis” dalam menghadapi kenaikan tingkat positif pasien COVID-19.
"Sehingga kita tidak mengambil langkah-langkah yang katakanlah overdosis, dampaknya Jakarta bukan sebuah kota, Jakarta bukan hanya mencerminkan 20 persen, tapi pusat saraf perekonomian nasional. Sehingga apa yang diambil merefleksikan kebijakan nasional," kata Airlangga secara virtual, Minggu 13 September 2020.
Padahal, Airlangga menekankan, berdasarkan data ada, tingkat kesembuhan pasien COVID-19 di Jakarta tinggi melampaui tingkat kesembuhan nasional. Bahkan, tingkat fatality rate atau kematian dari pasien yang terpapar virus jauh lebih kecil dibanding nasional.
2. Disemprot Budi Hartono
Orang terkaya di Indonesia, Budi Hartono juga melakukan protes terhadap Presiden Jokowi, menolak tegas penerapan kebijakan penanganan virus Corona di Ibu Kota itu.
Surat tersebut diunggah oleh Peter Frans Gontha di akun Instagram pribadinya. Dalam keterangan postingan surat itu, dia pun menginformasikan bahwa surat itu dari Budi untuk Jokowi.
"Surat Budi Hartono orang terkaya di Indonesia kepada presiden RI September 2020," tulis Peter dikutip Minggu 13 September 2020.
Surat tertanggal 11 September 2020 tersebut berisi alasan lengkap mengapa penolakan itu disampaikan secara tegas. Ada pula solusi yang disarankan untuk Jokowi mengatasi penyebaran COVID-19 yang makin mengkhawatirkan di Indonesia.