Jadi Tersangka Cek Kosong, Eks Gubernur Bengkulu: Fitnah

Agusrin M Najamudin
Sumber :
  • Antara/ Nila Fu'adi

VIVA – Kuasa Hukum PT. Anugerah Pratama Inspirasi (API), Yasrizal memberikan klarifikasi atas pemberitaan terkait mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya terkait cek kosong. Menurut dia, berita tersebut dianggap fitnah.

Terkuak, Ini Peran 5 Tersangka Barus Kasus Korupsi Timah

Agusrin yang merupakan Komisaris PT. Anugerah Pratama Inspirasi, sedangkan Raden Saleh Abdul Malik selaku Direktur Utama PT. API sekaligus orang dekat Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin.

“Berhentilah menyebar fitnah terhadap Pak Agusrin sebagai mantan Gubernur Bengkulu dan Pak Saleh selaku Direktur Utama PT. API yang merupakan orang dekat Wapres RI KH. Ma’ruf Amin terkait cek kosong Rp 33 Miliar tersebut. Itu berita bohong dan fitnah,” kata Yasrizal melalui keterangannya pada Rabu, 22 Desember 2021.

Followers TikToker Gali Loss Melejit Buntut Konten Hewan Ngaji, Polisi: Dia Tak Berpikir Panjang

Justru, kata dia, pihak PT. Tirto Alam Cindo atau penjual yang telah melakukan penipuan dengan memanipulasi kondisi barang yang tidak sesuai dengan kondisi yang disepakati. Selain itu, ia mengatakan PT. Tirto sengaja memurarbalikkan fakta di media supaya kliennya ditekan mau bayar barang harga Rp6 miliar tapi diminta bayaran Rp33 miar.

“Penekanan lewat media ini sudah mereka lakukan berkali-kali sejak tahun 2019, saat Pak Agusrin mencalonkan Gubernur Bengkulu,” jelas dia.

5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?

Sejak awal, Saleh selaku Direktur Utama bersedia melunasi berapa pun nilai transaksinya meminta dilakukan appraisal oleh tim independen. Akan tetapi, dari pihak  penjual selalu tidak mau dilakukan appraisal, tetap memaksa membayar Rp33 miliar.

“Disinilah, keganjilan makin terang benderang terungkap. Ada apa tidak mau dilakukan appraisal?,” ujarnya.

Sebagai pembeli yang serius, Yasrizal mengatakan Saleh dan Agusrin telah mengeluarkan uang muka sebesar Rp7,5 miliar kepada pihak penjual saat kesepakatan lisan disepakati. Ketika Saleh dan Agusrin menurunkan tim untuk mengecek pabrik, mereka sangat kaget ternyata mesin-mesin pabrik jauh dari apa yang disepakati.

“Bahkan, banyak mesin-mesin pabrik itu yang di klaim sebagai miliknya dan dijual kembali kepada pemilik asalnya,” katanya.

Berdasarkan temuan itulah, Saleh dan Agusrin meminta dilakukan appraisal oleh tim yang independen untuk menemukan nilai yang pantas dan layak untuk mesin-mesin tersebut. Jika tidak mau dilakukan appraisal, maka transaksi dibatalkan dan uang DP Rp7,5 miliar minta dikembalikan.

“Itu tertuang dalam surat resmi yang dikirimkan Pak Saleh dan Pak Agusrin kepada pihak penjual. Hingga hari ini, pihak penjual tidak bersedia dilakukan appraisal, malah terus menekan Pak Saleh dan Pak Agusrin untuk membayar uang Rp33 miliar padahal nilainya hanya Rp6 miliar,” katanya.

Kemudian, ia menjelaskan cek kosong yang dimaksud yaitu ketika kesepakatan jual beli ini disepakati, masing-masing pihak sepakat untuk menyerahkan cek sebagai jaminan transaksi. Pihak penjual menyerahkan cek kepada pihak pembeli, dan pihak pembeli menyerahkan cek kepada pihak penjual sebagai jaminan transaksi.

Cek tersebut masing-masing bisa dicairkan jika balik nama saham pabrik dari penjual kepada pihak pembeli telah selesai dilakukan. Tapi kenyataannya, hingga saat ini saham pabrik yang diperjualbelikan belum diserahkan kepada pihak pembeli. Jadi, cek tersebut belum bisa dicairkan oleh masing-masing pihak.

“Sebenarnya, yang niat melakukan penipuan ini adalah pihak penjual. Mengapa mereka tidak mau diappraisal oleh tim yang independen? Mengapa mereka tidak mau melakukan balik nama saham, padahal pihak pembeli sudah membayar Rp7,5 miliar dan masing-masing telah menyerahkan cek sebagai jaminan transaksi. Kenapa mereka mencairkan cek yang sepakat dijadikan jaminan transaksi padahal sahamnya belum dipindahkan kepada pembeli,” ucapnya.

Dan, lanjut dia, mereka tahu bahwa pembeli meminta diappraisal terlebih dahulu atau jika tidak mau dilakukan appraisal maka transaksi dibatalkan, tentu uang Rp7,5 miliar harus dikembalikan. Modus menekan Saleh dan Agusrin harus membayar Rp33 miliar padahal harganya hanya Rp6 miliar. Melalui  pemberitaan media, berulang kali dilakukan seperti ini adalah modus yang jahat.

“Kalau tidak ada niat untuk memeras, kenapa tidak mau melakukan appraisal dengan tim yang independen, kan akan objektif hasilnya kalau di appraisal dengan tim yang independen,” katanya lagi.

Oleh karena itu, ia meminta aparat penegak hukum supya objektif dan transparan karena sangat banyak orang yang ahli memutarbalikkan fakta seperti ini di media, guna melakukan pemerasan terhadap pejabat publik.

“Masa klien kami dipaksa membayar barang rongsokan yang nilainya tidak masuk akal, kemudian diancam dengan diberitakan di media. Perbuatan ini sangat tidak menyenangkan bagi klien kami, hasil apraisal mesin-mesin ini harganya hanya Rp6 miliar tapi dipaksa membayar Rp33 miliar,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya