Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan lima petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) sudah memasuki meja persidangan, dan segera menyusul kasus yang sama yang melibatkan dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong.
Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menanggapi kasus itu. Menurut dia, alat bukti yang digunakan untuk menjerat Neil dan Ferdinant sangat lemah.
Baca Juga :
Terpopuler: Tukang Parkir Naik Haji, Jasad Dalam Koper di Bali hingga Mahasiswa STIP Tewas
Hal itu dilontarkan lantaran keterangan anak sering kali berubah-ubah. Untuk mendapatkan keterangan yang valid guna dijadikan alat bukti, maka harus digunakan metode konfirmasi.
"Kepolisian dalam upaya mendapatkan keterangan korban tidak dapat dengan mengarahkan atau mengkonfirmasi. Karena itu seharusnya didampingi psikolog anak dari kedua belah pihak (korban dan tersangka)," kata Chairul.
Kedua keterangan orangtua korban MAK (6) dalam kasus dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa lima petugas kebersihan JIS juga dinilai Chairul tidak kuat dijadikan alat bukti, karena landasan hukum yang tidak kuat.
"Keterangan orangtua korban kekerasan seksual tidak bernilai, karena dia tidak melihat atau mendengar sendiri kejadian itu," kata dia.
Dengan demikian, kata Choirul, polisi harus memiliki keahlian tinggi dalam menangani kasus JIS. Tuntutan harus dengan bukti yang kuat, namun tidak dengan mengarahkan supaya para tersangka mengakui perbuataannya dalam menyusun BAP.
Terpisah, Anggota Komisi Kejaksaan, Kamilov Sagala menegaskan bahwa proses penanganan kasus JIS sudah salah langkah sejak awal. Saat melakukan BAP, para pelaku kekerasan seksual pada korban MAK tidak didampingi kuasa hukum.
Hingga akhirnya yang terjadi salah satu tersangka meninggal saat masih penyidikan dan lima terdakwa dikabarkan mengalami penyiksaan.
"Kalau ada pengacara yang mendampingi saat itu, tidak mungkin akan muncul kejadian demikian. Maka, jaksa harus ekstra hati-hati menangani kasus ini karena fakta persidangan dan bukti-buktinya lemah," kata Kamilov.
Halaman Selanjutnya
Hal itu dilontarkan lantaran keterangan anak sering kali berubah-ubah. Untuk mendapatkan keterangan yang valid guna dijadikan alat bukti, maka harus digunakan metode konfirmasi.