Warga Bekasi Ancam Tutup TPST Bantar Gebang

sampah di Bantar Gebang
Sumber :
  • Reuters/Beawiharta
VIVA.co.id
Jumlah Sampah di Bekasi Bakal Bertambah 1.750 Ton per Hari
- Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi melakukan audiensi dengan warga yang tinggal di wilayah sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi di kantor DPRD Kota Bekasi Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, Senin 2 November 2015.

Sampah DKI Boleh Melintas 24 Jam, Ini Syarat DPRD Bekasi
Dalam acara itu, warga menyampaikan keinginan mereka dan berharap DKI Jakarta mewujudkannya. Jika tidak, warga yang ada di Bantar Gebang bakal menutup TPST, agar truk DKI Jakarta tak bisa membuang sampah di lokasi.

Polisi Bikin Pos Anti-Penghadangan Sampah ke Bantar Gebang
Dalam kesempatan itu, perwakilan warga bernama Wandi (45) menyampaikan keinginan yang diminta warga dan diharapkan didengar dan diwujudkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok sebagai pimpinan tertinggi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di antara keinginan warga adalah pekerjakan warga dalam industri pengelolaan sampah dan naikan uang tipping fee (biaya pengelolaan) bagi warga.

"Kami mau keinginan kami dipenuhi. Kalau tidak, kami akan tutup TPST Bantargebang bagi truk DKI Jakarta," kata Wandi perwakilan warga asal Kelurahan Cikiwul, Bantargebang.

Terkait keinginan warga soal dipekerjakan dalam industri sampah, kata Wandi, selama ini warga tidak pernah dilibatkan, sehingga mereka yang tidak memiliki pekerjaan, lalu berinisiatif untuk memilah sampah dan menjualnya ke pengepul guna didaur ulang.

"Warga selama ini tak pernah diberdayakan ikut dalam industri pengelolaan sampah. Padahal, ada dua industri sampah di sana, kompos dan tenaga listrik," jelas Wandi.


Menurut dia, apabila warga diberdayakan dalam industri sampah yang ada secara tidak langsung akan meningkatkan ekonomi mereka. Sebab, sudah barang tentu apabila bekerja di Industri Pengelolaan sampah itu warga bakal mendapatkan gaji lebih besar dan memiliki jaminan kesehatan.

"Tidak seperti sekarang ini hanya dianggap sebagai pemulung. Tak ada jaminan kesehatan dan kehidupan yang pas-pasan saja. Kami ingin lebih sejahtera dan bukan disebut pemulung melainkan karyawan dari industri pengelolaan sampah," kata Wandi.



Sementara itu, soal kenaikan uang tipping fee, salah satu warga Wanardi (47) mengatakan, uang tipping fee sebesar Rp 300.000 per tri wulan sangat tak sebanding dengan penderitaan warga Bantar Gebang saat ini.

Menurut dia, sejak 27 tahun lalu, warga Bantar Gebang sudah hidup berdampingan dengan sampah DKI. Selama itu pula, warga hidup berdekatan dengan lalat dan berbagai macam penyakit. Bahkan warga Bantar Gebang mendapat stigma sosial yang buruk dari masyarakat.

"Warga luar kalau dengar kata Bantar Gebang, pasti yang diingat tempat buang sampah. Kurang apalagi kontribusi kami untuk DKI," kata Wanardi.

Atas pertimbangan itu, kata dia, warga meminta agar DKI menaikan pemberian uang tipping fee sebesar Rp200 ribu menjadi Rp500 ribu. Menurut dia, uang yang diterima warga saat ini tak mampu untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.

Ditambahkan warga lain, Habsah (48), tipping fee dianggap kurang lantaran tiap bulan dia harus mengeluarkan Rp50 ribu hanya untuk membeli air mineral, setelah air yang ada saat ini sudah tidak lagi bisa diminum akibat terkontaminasi sampah.

Menurutnya, dalam sebulan dia dan sekeluarga bisa menghabiskan 10 galon air minum dengan biaya Rp150 ribu. Sementara uang tipping fee yang diterimanya dari DKI hanya Rp100 ribu per bulan. "Untuk beli air minum saja saya harus nombok Rp50 ribu. Jadi, enggak layak kalau tipping fee saat ini, sehingga perlu dinaikan," kata Habsah.

Terakhir warga pun meminta kepada DPRD Kota Bekasi tegas untuk menyampaikan apa yang dianggap benar dan berani bertindak. Bahkan, terkait penghinaan yang dilontarkan gubernur DKI Jakarta, warga meminta DPRD jangan hanya diam. "Lakukan tugas sebagai wakil rakyat, jangan hanya diam saat dihina,"kata warga.


(asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya