- VIVA.co.id / Fajar GM
VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menganggap upaya pemberantasan prostitusi, hanya akan menghabiskan waktu dan membuang energi pemerintah. Ahok sapaan Basuki menilai, lebih baik energi itu digunakan untuk melaksanakan program lain.
"Kita enggak usah sampai sibuk. Semua hotel, semua bar dipelototin (untuk mencari) ada prostitusi atau enggak. Saya kira hanya buang energi kalau kita melakukan itu," ujar Ahok, di Balai Kota DKI, Selasa, 23 Februari 2016.
Diakui maupun tidak, prostitusi ada di banyak tempat di Jakarta, tidak harus selalu di tempat hiburan malam seperti Kalijodo atau hotel-hotel berbintang. Ahok teringat salah satu tulisan di majalah yang ia baca di masa ia kuliah.
Tulisan itu mengulas praktik 'sex after lunch', atau kebiasaan para pekerja kantor di Jakarta, berhubungan badan secara sembunyi-sembunyi dengan rekan sekerjanya di waktu jeda bekerja setelah jam makan siang.
"Orang di belakang rumah, di kantor yang tinggi-tinggi, kamu kira enggak bisa terjadi perselingkuhan seperti itu?" ujar Ahok.
Maka itu, Ahok menilai, tindakan yang harus diambil pemerintah bila memang ingin menangani prostitusi adalah membuat lokalisasi. Keberadaan lokalisasi disertai dengan peraturan daerah harus terapkan, sehiingga dapat membuat pelaku prostitusi diberi hukuman jika ia tidak melakukannya di dalam lokalisasi.
Namun, karena pemerintah Jakarta dikenal sebagai pemerintah yang tidak menghendaki adanya lokalisasi, dengan menutup lokalisasi Kramat Tunggak pada 1999, Ahok mengatakan Pemerintah Provinsi DKI saat ini tidak lagi membuat tindakan penanganan terhadap praktik prostitusi menjadi prioritasnya.
"Jadi sekarang kami enggak usah terlalu fokus lagi di situ. Kalau memang diizinkan, sebenarnya saya mau ada lokalisasi supaya tindakan prostitusi jelas di sana. Tapi karena enggak ada yang akan mengizinkan, ya saya mohon maaf enggak ada lokalisasi di Jakarta," ujar Ahok.