Pasal Penghinaan Presiden Boleh Diusulkan Lagi, Asal..

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat.

VIVA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengatakan pasal penghinaan presiden boleh saja dimunculkan lagi dalam RUU KUHP selama secara substansi memiliki unsur yang baru.

Suami Paksa Istri Hubungan Intim Kena Pidana, Apa Itu Marital Rape?

"Saya tidak tahu rumusannya seperti apa ya yang sekarang. Karena sebuah pasal yang substansinya dihilangkan, tapi diganti substansi lain, itu tidak apa-apa," kata Mahfud di gedung DPR, Jakarta, Jumat, 2 Februari 2018.

Menurutnya, mungkin saja dulu dianggap terlalu pasal karet. Sehingga, kalau sekarang unsur-unsurnya diubah boleh saja. Misalnya, ditambahkan unsur keamanan negara atau kelancaran pemerintahan.

RUU KUHP: Memaksa Istri Berhubungan Badan, Suami Bisa Dibui 12 Tahun

"Itu boleh-boleh saja. Kalau sama tidak boleh, dan MK membolehkan kalau ada unsur baru. Sama juga kalau orang menggugat ke MK, sama gugatannya, itu tidak boleh. Kalau ada unsur baru, alasan baru, meskipun pasalnya objeknya sama. Sama juga putusan MK kalau dimunculkan unsur baru dan alasan baru yang rasional, boleh saja," Mahfud menjelaskan.

Ia menilai apa pun isi RUU KUHP, kalau sudah disahkan dalam waktu dekat ini, maka disahkan saja. Karena kalau hanya menunggu semua orang setuju maka tidak akan selesai-selesai.

Menkumham Sebut Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP untuk Jaga Martabat

"Nanti disahkan saja dulu, kalau ada yang seperti itu mari kita uji ke Mahkamah Konstitusi, bahwa itu tidak boleh karena sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi," kata Mahfud.

Sebelumnya, dalam draf revisi KUHP terdapat usulan pemidanaan terhadap presiden atau wakil presiden. Dalam Bab II tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden, pada Bagian Kedua Pasal 263  ayat (1) berbunyi; setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Lalu, ayat (2) Pasal 263 berbunyi; tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri.

Kemudian Pasal 264 berbunyi; Setiap orang yang menyiarkan, mempertujukan, atau menempelkan tuliasan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluasakan dengan sarana tekonologi informasi, yang berisi penghinaan terhahap Presiden dan Wakil Presiden dengan maksud agar pasal penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV.

Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan pasal penghinaan presiden ini pada 2006. Pemohon gugatan ini seorang advokat, Eggi Sudjana, dan seorang wiraswasta, Pandapotan Lubis. Mereka menggugat Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP. MK pun menghapus semua pasal ini.

Meski begitu, dari sembilan hakim konstitusi terdapat empat hakim yang menyatakan pendapat berbeda.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya