Tim Kasus Novel Bisa Rekomendasikan Pembentukan TGPF

Komnas HAM Bentuk Tim Penyelesaikan Kasus Novel
Sumber :
  • VIVA/Rifki Arsilan

VIVA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mendeklarasikan pembentukan Tim Pemantauan Penyelesaian Kasus Novel Baswedan di Jakarta pada Jumat, 9 Maret 2018. Diketuai oleh Sandrayati Moniaga.

Omongan Lawas Novel Baswedan soal Karma Firli Bahuri: Tak Usah Dibalas, Nanti Jatuh Sendiri

Sejumlah anggota yang bergabung di dalammya belum dapat memastikan apakah tim itu akan mengarah pada pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atau tidak.

Menurut Sandrayati Moniaga, Tim Pemantauan Penyelesaian Kasus Novel (TPPKN) Baswedan berbeda dengan TGPF. TGPF adalah murni kewenangan Presiden, sementara TPPKN yang digawangi para komisioner Komnas HAM bersama sejumlah tokoh LSM hanya bertujuan mengawal proses penyelesaian hukumnya.

Firli Bahuri Kirim Surat ke Jokowi Nyatakan Mundur Jadi Ketua KPK, Novel: Modus Lama!

"Jadi hasil dari kerja pemantauan tim ini sifatnya nanti adalah rekomendasi. Dan rekomendasi itu nanti akan kami berikan kepada para stakeholder. Bisa kepada Presiden, bisa juga kepada Kepolisian, agar dapat ditindaklanjuti," kata Sandrayati.

Berdasarkan hasil investigasi, TPPKN juga dapat mengeluarkan rekomendasi yang isinya meminta Presiden untuk membentuk TGPF. "Segala kemungkinan itu bisa saja, tapi kita tidak bisa menyimpulkan itu sekarang," ujarnya.

Novel Baswedan Minta Firli Bahuri Segera Ditahan setelah Praperadilan Ditolak

Bivitri Susanti, anggota TPPKN, menjelaskan bahwa kewenangan Komnas HAM membentuk tim penyelesaian kasus Novel Baswedan tidak berbenturan dengan kewenangan pemerintah. Tidak juga bertentangan dengan kerja-kerja polisi yang tengah mendalami kasus serupa. 

Menurutnya, TPPKN dibentuk karena Komnas HAM menilai kasus itu harus diselidiki lebih serius, sebab unsur pelanggaran HAM.

"Jangan sampai orang melihat bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel ini tidak bisa diselesaikan. Ini kalau di luar negeri ini adalah kasus yang luar biasa penting dan memalukan bagi pemerintah Indonesia," kata Bivitri. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya