Soal Mubalig, Kemenag Diminta Rangkul Perguruan Tinggi Islam

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Sumber :
  • Kemenag.go.id

VIVA – Daftar 200 penceramah atau mubalig yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dinilai tak jelas. Sebagian pihak meminta Kemenag menjelaskan apa saja parameter seorang mubalig dinilai layak atau tidak oleh Kementerian Agama.

Hasil Kolaborasi Kemenag, KPI dan MUI Hasilkan Pemenang Anugerah Syiar Ramadan 2024

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai Kemenag sebaiknya melibatkan organisasi keagamaan dan perguruan tinggi Islam serta pesantren yang kapasitasnya sudah dikenal luas.

"Perguruan tinggi Islam ini lah yang sebetulnya secara serius menjadi lembaga pendidikan yang secara khusus mempersiapkan dakwah Islam. Di sana ada Fakultas Dakwah. Ada banyak guru besar dan lulusan S3 yang memiliki kualifikasi yang sangat layak," kata Ace lewat keterangan tertulisnya, Senin 21 Mei 2018.

Kuota Formasi Penghulu 2024 di Kemenag Sebanyak 3.641 Disetujui Kemenpan RB

Menurut Ace, peran negara sebenarnya hanya memfasilitasi agar kehidupan keagamaan rukun, damai. Untuk itu, menurutnya, negara jangan terlalu ikut campur terhadap kehidupan keagamaan termasuk mengatur nama-nama dai.

"Yang lebih bijak sebetulnya adalah serahkan kepada organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, MUI, dan lain-lain, serta kepada perguruan tinggi Islam dan pesantren untuk merekomendasikan nama-nama mubaligin," ujar dia.

Soal Pembubaran Kegiatan Ibadah Berujung Kekerasan di Tangsel, Ini Kata Kemenag

Sementara itu, terkait daftar dari Kemenag itu, Ace mengakui nama-nama itu adalah ahli agama Islam yang mumpuni. Dia juga mendukung saja upaya Kemenag untuk memberi rekomendasi.

"Namun, demikian, Kementerian Agama harus dapat menjelaskan kepada masyarakat apa yang menjadi parameter dan indikator dari nama-nama tersebut, sehingga tidak menimbulkan kontroversi baru," kata Ace.

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa daftar 200 mubalig yang dirilis institusinya sama sekali bukan seleksi. Sebab, di Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia memiliki ratusan ribu mubalig.

"Ini bukan seleksi, akreditasi, atau standardisasi. Ini bukan itu semua. Ini cara kami melayani permintaan publik, yang dalam waktu cepat menyajikan itu," kata Lukman dalam perbincangan dengan tvOne, Senin, 21 Mei 2018.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya