Pansus Terorisme: Pelibatan TNI Diputuskan Secara Aklamasi

Prajurit Kopassus TNI.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

VIVA – Revisi atas RUU Terorisme yang sedang digodok di DPR sejauh ini masih belum rampung. Ada poin yang alot terkait definisi pasal terorisme yang masih jadi perdebatan. Panitia Khusus RUU Terorisme menegaskan dalam pembahasan klausul pasal baru, semua fraksi kompak.

UU Antiterorisme Disahkan, Polisi Tak Bisa Lagi Cari Alasan

Ketua Pansus RUU Terorisme Raden Muhammad Syafii mengatakan, beberapa klausul pasal baru seperti pelibatan TNI dalam penindakan terorisme, semua fraksi tak ada perbedaan. Pelibatan TNI dalam penindakan terorisme ini juga akan diatur dalam peraturan presiden (perpres).

"Dalam penindakan ini, TNI dilibatkan, diputuskan secara aklamasi," kata Syafii dalam acara Indonesia Lawyer Club tvOne, Selasa, 22 Mei 2018.

UU Terorisme Disahkan, Aparat Diminta Lebih Akuntabel

Hal senada disampaikan Anggota Pansus RUU Anti Terorisme, Arsul Sani. Politikus PPP ini menyebut semua fraksi sudah kompak dalam merumuskan pasal-pasal di dalam revisi RUU tersebut. Baik fraksi-fraksi yang dukung pemerintah, maupun fraksi di luar pemerintah.    

"Betul kami memang kompak. Ya, pada akhirnya meski begitu banyak aspirasi yang masuk, sejauh ini seluruh pasal di dalam RUU ini disepakati tanpa satu pun voting. Saya menilainya ini suatu kekompakan," kata Arsul Sani.

UU Antiterorisme yang Baru Lebih Detail Atur Hak Korban

Menurut dia, RUU ini bisa dibilang sudah selesai. Hanya saja masih ada perdebatan di dalam definisi RUU tersebut. Sejauh ini, dipandangnya ada dua opsi yang bergulir untuk mengurai persoalan ini.

Pertama, opsi mengenai di mana elemen atau frasa ihwal tujuan motif politik, ideologi, ancaman terhadap kemanan negara, masuk definisi batang tubuh. "Itu memang yang yang disuarakan banyak fraksi," kata Asrul.

Baca: Ketua DPR Harap RUU Terorisme Disahkan Jumat 25 Mei

Opsi kedua, beberapa fraksi menginginkan bila masalah definisi yang menyebutkan tujuan dengan motif politik, ideologi, atau ancaman keamanan negara, dibuat narasi tersendiri di penjelasan umum dalam UU tersebut.

"Itu tujuannya supaya jelas, peristiwa pidana mana yang masuk pidana umum atau masuk ke KUHP atau dia masuk ke dalam UU Teroriseme. Itu harus jelas. Sehingga aparat penegak hukum tidak keluar dari kewenangannya," kata Asrul.

Karena itu, Rabu besok, 23 Mei 2018, DPR akan kembali melihat hasil kerja tim ahli pemerintah dan DPR RI untuk menetukan opsi mana yang akan dipakai. "Besok kami lihat hasil kerjanya," kata Arsul. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya