Dahnil: Penanganan Terorisme Jangan Seperti Kasus 65

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon

VIVA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan tidak ada jaminan sama sekali aksi terorisme tidak ada lagi meskipun nanti revisi Undang-Undang Anti-Terorisme disahkan menjadi undang-undang. Terlebih, dengan situasi yang terburu-buru seperti saat ini, dia mengingatkan justru lebih banyak mudharatnya.

UU Antiterorisme Disahkan, Polisi Tak Bisa Lagi Cari Alasan

"Tidak ada jaminan RUU selesai lalu tidak ada aksi terorisme," kata Dahnil dalam perbincangan dengan tvOne, Kamis, 24 Mei 2018.

Dahnil mengungkapkan bahwa selama ini narasi dalam penanganan terorisme bersifat monolog sekali. Semua berasal dari kepolisian.

UU Terorisme Disahkan, Aparat Diminta Lebih Akuntabel

"Tidak ada pengawasan intens. Misalnya gereja meledak, dibom. Artinya ada yang dilanggar, kelalaian kepolisian, aparatur keamanan, sampai bisa dibom," kata dia.

Hal yang sama terjadi dalam kasus kerusuhan di Mako Brimob. Narasi yang diproduksi semua dari aparatur keamanan, dalam hal ini kepolisian. Menurut Dahnil, bila terus begitu, maka evaluasi terhadap kelalaian pihak keamanan tidak bisa terjadi.

UU Antiterorisme yang Baru Lebih Detail Atur Hak Korban

Dia pun mengingatkan situasi ini dengan peristiwa 65. Dahnil menyampaikan tragedi itu juga bersifat monolog.

"TNI memproduksi narasi-narasi mengerikan, menyebabkan kemarahan publik. Negara dapat cek kosong sehingga banyak orang yang bukan PKI ditangkap," kata dia.

"Sekarang bisa kayak gitu kalau kita berikan cek kosong pada negara, apalagi dengan menyebut omong kosong dengan HAM. Padahal negara aman itu berangkat dari HAM. Ini berbahaya sekali. Kalau kita beri cek kosong, orang ditangkap seenaknya, hanya karena dituduh teroris," ujarnya lagi.

Dahnil mengingatkan satu kasus di Lampung. Orang yang baru menikah ditangkap polisi karena dituduh teroris. Tapi tidak terbukti dan dilepas lagi.

"Besoknya, istrinya sudah menikah lagi," kata Dahnil.

Dahnil menambahkan penanganan terorisme harus mengacu pada penegakan hukum dan hak asasi manusia. Lalu ada pengawasan yang transparan.

"Ini zaman demokrasi. Jangan kasus 65 berganti. Kalau dulu korbannya mereka yang berideologi kiri, atau dituduh kiri, sekarang ideologi-ideologi tertentu," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya