Wapres JK Nilai Reformasi Bikin Subur Korupsi

Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sumber :
  • Fajar GM/VIVA.co.id

VIVA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, reformasi pada 1998, turut memberi dampak kepada maraknya korupsi di masa kini. Perubahan signifikan pada struktur pemerintahan untuk mencegah kediktatoran itu memberi efek negatif, berupa terbukanya celah-celah baru korupsi.

Kabar Sandra Dewi Dicekal Kejagung, Pengacara Harvey Moeis Bilang Begini

"Kenapa, korupsi dewasa ini begitu luasnya? Ini, memang terjadi setelah reformasi," ujar JK dalam penyerahan predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di Hotel Sultan, Jakarta, Senin 10 Desember 2018.

JK menyampaikan, desentralisasi pascareformasi yang membuat kewenangan perumusan kebijakan menjadi tidak sepenuhnya dilakukan di tingkat pusat, membuat para kepala daerah memiliki kewenangan baru.

Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni Ungkap 2 Hal yang Dilakukan Guna Mencegah Korupsi

Selanjutnya, kewenangan itu malah banyak diselewengkan saat para kepala daerah misalnya berkongkalikong dengan pengusaha.

"Kalau dulu, gubernur, kepala daerah, nilai tanda tangannya kecil. Sekarang, nilai tanda tangannya besar. Karena itu, akibatnya, kecenderungan korupsi juga makin besar," ujar JK.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Selain itu, kalangan yang sering terjerat korupsi juga adalah para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut JK, reformasi juga turut andil dalam hal itu. 

Para anggota legislatif juga mendapat kewenangan baru, akibat reformasi membuat mereka menjadi pihak yang memiliki peran dalam memutuskan penganggaran pemerintah.

"Kalau DPR zaman dulu, hanya sekadar ketok (palu), sekarang ini harus berdebat dengan pemerintah, dengan menkeu (dalam memutuskan anggaran). Akhirnya, timbullah suatu kekuatan di DPR, dan kekuatan itu menjadi bagian dari cara untuk orang mendapatkan sesuatu kepada DPR," ujar JK. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya