- VIVA.co.id/ Fikri Halim
VIVA – Tim Pengacara Muslim (TPM) meminta rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir tidak dikaitkan dengan kepentingan politik menjelang Pemilihan Presiden 2019. Pembebasan Abu Bakar Baasyir dinilai sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Ketua Dewan Pembina TPM, M. Mahendradatta menegaskan, pembebasan Abu Bakar Baasyir bukan pemberian dari Joko Widodo secara pribadi, melainkan sesuai kapasitas Jokowi sebagai Presiden RI atau pemerintah.
"Siapa pun presidennya, ini masalah hukum bukan masalah politik, apalagi masalah gift atau pemberian. Ini bukan karena membuktikan apapun yang bersifat politis. Kalau dibilang seperti itu saya tidak terima," kata Mahendradatta, di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu, 19 Januari 2019.
Ia meminta agar masyarakat tidak mengait-ngaitkan pembebasan ini dengan menyebut bahwa Joko Widodo cinta ulama. "Ambil ini sebagai hal yang biasa dan menurut hukum yang berlaku. Perjalanan pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir sudah lama kita lakukan," katanya.
Mahendradatta bahkan membandingkan remisi yang diperoleh Abu Bakar Baasyir yang hanya sebanyak 36 bulan atau 3 tahun. Sementara itu, Robert Tantular, mantan bos Bank Century yang merupakan narapidana korupsi, diberi remisi hingga 77 bulan atau sekitar 6 tahun.
"Sekali lagi kalau ada yang menggembar-gemborkan ini dan menyebut cinta ulama maka kami menyebut pembebasan Robert Tantular sebagai cinta koruptor," katanya.
Menurut dia, Abu Bakar Baasyir berhak menerima remisi karena dalam Undang Undang Kemasyarakatan ada remisi umum yang diberikan pada hari besar keagamaan dan nasional seperti 17 Agustus.
"Kami sudah lakukan bertahun-tahun, kami sudah kirim surat kepada Presiden untuk membebaskan Ustaz Abu Bakar Baasyir berdasarkan alasan kemanusiaan, antara lain karena usia lanjut dan kalau kami tidak salah, Ustaz Abu Bakar Baasyir adalah tahanan tertua di Indonesia dan menyandang penyakit," katanya. (art)