Menhan: Kalau Ada yang Bilang Kafir, Saya Tempeleng

Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu angkat bicara terkait usulan Nahdlatul Ulama yang menganjurkan kata kafir diganti menjadi nonmuslim untuk menyebut orang di luar Islam. Kata Ryamizard, istilah kafir yang sangat mudah disampaikah oleh segelintir orang telah mengganggu rasa persaudaraan antar-sesama anak bangsa.

GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

"Saya selalu baca ayat ‘lakum diinukum wa liyadiin'. Bagiku agamaku, bagimu agamamu. Saya tidak menyembah yang kamu sembah dan kamu tak menyembah yang aku sembah. Masuk neraka itu urusan Tuhan, enak saja bilang kafir-kafir. Kalau ada yang bilang kafir, saya tempeleng," kata Ryamizard saat pembukaan Rakor Evaluasi Pembinaan Kesadaran Bela Negara di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2019.

Ryamizard menyampaikan rasa prihatinnya tentang mulai retaknya rasa persatuan. Pancasila sebagai dasar negara harus dipegang yakni saling menghormati antarumat beragama. Ia melihat saling ejek dan fitnah belakangan ini dilatari perbedaan pilihan politik.

Pendeta Gilbert Olok-olok Salat dan Zakat, PBNU: Kami Umat Islam Diajarkan untuk Menahan Emosi

"Kalau ribut masalah agama kita harus ingat bahwa Pancasila sudah mengakomodasi agar masyarakat bisa menjalankan ibadahnya masing-masing dengan tenang. Kita bukan negara agama, kita ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jadi harus saling menghormati," kata dia.

Sebelumnya, Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama menyarankan agar Warga Negara Indonesia yang beragama nonmuslim tak lagi disebut sebagai kafir. Karena menurut para ulama, kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis.

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor yang Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif

Ketua PBNU Said Aqil Siradj menyampaikan bahwa dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa, tidak dikenal istilah kafir. Karena itu, setiap warga negara memiliki kedudukan dan hak yang sama di mata konstitusi.

"Istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad di Mekah. Tapi setelah Nabi Muhammad hijrah ke kota Madinah, tidak ada istilah kafir untuk warga negara Madinah, yang ada adalah nonmuslim," kata Said Aqil.

Said menuturkan ketika itu ada tiga suku nonmuslim, yaitu suku Bani Qoynuqa, Bani Quraizah, Bani Nadhir. Mereka semua disebut nonmuslim, tidak disebut kafir.

"Ini harus kita jelaskan secara ilmiah. Ya enggak apa-apa, saya sendiri sering dikafirkan orang," lanjut Said. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya