Banjir Madiun Ingatkan Warga Luapan Sungai pada 1980-an

Paikun, warga Desa Jeruk Gulung, Madiun.
Sumber :
  • Nur Faishal / VIVA.co.id

VIVA – Bagi warga Desa Jeruk Gulung, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, genangan air setiap musim hujan sudah jadi hal biasa. Langganan tahunan. Tetapi banjir kali ini tidak biasa karena jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. 

Banjir Tol Madiun dan Jejak Perilaku Sungai Bengawan Solo

Di hari pertama banjir pada Rabu kemarin, ketinggian air mencapai tiga meter. Warga ungkap hal itu mirip peristiwa serupa di 1980-an.

Paikun adalah salah satu warga Jeruk terdampak banjir Madiun. Rumahnya berada di kawasan perkampungan sekira 300 meter dari Jalan Raya Madiun-Surabaya. Menuju kampung Paikun, jalan desa beraspal seadanya melewati lahan pertanian yang luas. Sepuluh meter dari gapura jalan, genangan air mulai meluber. 

VIVA Top3: Tuduhan Polri Penyebar Hoaks, Madiun Banjir, Demo Ditangkap

Masuk terus, ketinggian air makin meningkat. Mulanya setinggi mata kaki orang dewasa, lama-lama selutut, sepinggang, makin masuk ke perkampungan tinggi air setinggi bawah dada orang dewasa. 

"Kalau masuk ke kampung sana, ada yang sampai dua meter," kata Paikun ditemui VIVA di lokasi, Kamis 7 Maret 2019. 

Tol Trans Jawa Banjir, Gerindra Sindir Tol Laut Jokowi Terwujud

Pria berusia 50-an tahun itu mengatakan, air mulai memasuki perkampungan di Desa Jeruk pada Rabu sore, 6 Maret 2019, sekira pukul 15.00 WIB. Di kampungnya tinggal terdiri dari lima RT dengan jumlah penduduk sekira 800-an orang. 

Di hari pertama banjir, lanjut dia, ketinggian air dua sampai tiga meter. "Warga mengungsi di pinggir-pinggir jalan dan kantor kecamatan," ungkapnya Paikun. 

"Banjir sekarang sama besarnya dengan banjir yang terjadi tahun 86," katanya. 

Pada 1986, kenang Paikun, banjir di Desa Jeruk terjadi akibat luapan sungai yang saat itu belum dipagari tanggul atau tangkis. "Dulu enggak ada tangkisnya, air masuk lewat sawah-sawah masuk ke kampung. Sekarang ada tanggulnya tapi tetap meluap," ucapnya. 

Paikun mengatakan tidak ada korban jiwa dalam bencana banjir kali ini. Namun sebagian warga harus merelakan hewan ternaknya karena terbawa arus banjir. Warga juga terancam gagal panen. 

Bahkan, padi yang sudah dipotong dan dikumpulkan untuk dikeringkan banyak hilang terhanyut banjir. Warga tak bersiap diri karena saat air masuk hujan tidak mengguyur kampung. 

"Banyak yang gagal panen," katanya.

Banjir melanda sejumlah kecamatan di 14 kabupaten di Jawa Timur sejak Rabu hingga Kamis, 6-7 Maret 2019. Banjir terparah terjadi di delapan kecamatan di Kabupaten Madiun. Terdapat 39 desa terdampak. Rumah terendam sebanyak 4.317 kepala keluarga dengan jumlah total penduduk terdampak sebanyak 17.268 jiwa. 

Banjir di Madiun juga mengakibatkan lebih dari dua ribu ekor sapi, kambing, dan unggas hilang terbawa arus. 253 sawah terendam dan petani terancam gagal panen. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa langsung meninjau lokasi banjir di Kabupaten Madiun dan Ngawi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya