- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM terus mendata para narapidana yang menjadi warga binaan di lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia, yang mempunyai hak suara di Pemilu 2019. Pendataan dengan perekaman data e-KTP para napi.
"Sekarang terus dilakukan rekam cetak, kemudian masih koordinasi terus dengan Dukcapil supaya jumlah napi yang punya hak pilih terdata, kecuali yang hak pilihnya dicabut," kata Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh di Gedung KPU RI, Jakarta, Senin 8 April 2019.
Menurut Sri, petugas cukup kesulitan mengumpulkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) para napi yang menjadi dasar pembuatan e-KTP. "Karena memang lokasi (alamat asal napi) jauh, kan harus ada surat keterangan dari RT, RW. Nah ketika harus ada Suket itu," ujarnya.
Kondisi ini berbeda dengan pemilu terdahulu dimana administrasi para napi yang memilih mudah. Karena surat keterangan bisa dikeluarkan oleh kepala lapas.
"Kalau dulu kan cukup pakai Suket dari Kalapas, sudah selesai. Nah sekarang ini harus ada Suket dari RT dan RW. Ketika seperti itu maka ada tambahan pekerjaan dari jajaran kami, dimana sih tinggal yang bersangkutan (napi)? Nah ini tidak mudah untuk mendapatkan informasi," ujarnya.
Dengan pendataan baru yang terus dilakukan, hingga saat ini jumlah narapidana yang mempunyai hak memilih pada 17 April menurutnya terus bertambah.
"Sampai hari ini DPT 116.234. Datanya masih terus bergerak. Ini masih ada dua provinsi yang belum update Sulawesi Tenggara sama Papua Barat. Total napi keseluruhan 262 ribuan. Total lapas rutan 522," ungkapnya.
Sri menambahkan dengan bertambahnya jumlah napi yang akan mencoblos pada 17 April pihaknya juga mengajukan pembentukan TPS tambahan di lapas. "Sampai saat ini sudah ada 542 TPS. Setiap ada tambahan DPT kami mengusulkan TPD tambahan ke KPU," katanya.