Istana Rapat Bahas Ratusan KPPS Meninggal, Menkes Beri Laporan

Istana rapat membahas ratusan petugas KPPS meninggal
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Rahmat

VIVA – Istana melalui Kantor Staf Kepresidenan, mengumpulkan sejumlah menteri dan pihak terkait, membahas meninggalnya ratusan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Pemilu 2019. Mulai perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai Ikatan Dokter Indonesia diundang Istana.

Pemilu 2024 Lebih Teduh Dibanding 2019

Dalam laporannya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, setelah pencoblosan 17 April lalu, pihaknya mendapatkan informasi petugas KPPS meninggal. Nila pun langsung meminta agar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes untuk membuat surat edaran. Instruksi Nila yaitu agar seluruh kepala dinas kesehatan provinsi melakukan pendataan penyebab kematian.

Nila menjelaskan, ada 485 yang meninggal, dan hampir 11 ribu KPPS kini tengah dirawat karena sakit.

AROPI: Dibanding Musim Pemilu 2019, Tingkat Kepercayaan Terhadap Lembaga Survei Naik 7,6%

"Kami minta ke seluruh kepala dinas kesehatan untuk melakukan audit medik, kematian yang terjadi di rumah sakit. Kematian di rumah sakit sebesar 39 persen ini kita melakukan audit medik. Sudah terkumpul data 25 provinsi," kata Nila di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa 14 Mei 2019.

Dari data 25 provinsi tersebut, yang terbanyak anggota KPPS yang sakit ada di Jakarta dan Banten. Sementara yang meninggal dunia, terbanyak adalah Jawa Barat, lalu Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Ada juga beberapa daerah yang anggota KPPS nya tidak ada yang meninggal seperti di Maluku Utara.

Cerita Prabowo Subianto Bisa Bersatu Dengan Muzakir Manaf, Tokoh GAM yang Dulu Dia Cari

Sementara, untuk kelompok umur yang meninggal, mayoritas atau sebesar 54 persen adalah yang berumur 50 tahun dan bahkan ada yang sudah 70 tahun. Meskipun, ada juga yang masih berumur muda.

"Kematian ini ternyata 51 persen disebabkan penyakit cardiovascular atau jantung, termasuk di dalamnya stroke dan infrag, ditambah hipertensi yaitu 53 persen. Hipertensi yang emergency bisa menyebabkan kematian, kita masukan dalam cardiovascular," jelas Nila.

Diakui Nila, kematian tertinggi anggota KPPS memang karena gagal pernapasan. Hal itu pemicu bisa akibat penyakit asma yang diderita. "Ketiga, terbanyak karena kecelakaan 9 persen. Ada gagal ginjal, ada sakit diabetes, dan liver," lanjut Nila.

Data yang terkumpul itu, memang belum semua provinsi atau belum sampai 34 provinsi di seluruh Indonesia. Untuk itu, hingga kini pihaknya terus mendorong dinas kesehatan provinsi untuk mengumpulkan data audit medik tersebut.

Sementara untuk yang meninggal di luar rumah sakit, Nila mengatakan akan ada tim independen termasuk yakni dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Asosiasi Ilmu Pendidikan Kedokteran (AIPKI).

Model pengumpulan data, akan dilakukan dengan otopsi verbal, bukan forensik seperti yang sejumlah pihak hendaki. "Penyebab (kematian) ditanyakan ke keluarga, dan sekitarnya. Autopsi verbal diagnosisnya hampir 80 persen tepat," katanya.

Hasil dari FKUI dan AIPKI ini nantinya, akan menjadi bahan pembanding dengan audit medik yang dilakukan Kemenkes terhadap KPPS yang meninggal di rumah sakit.

Dengan model membandingkan kasus yang meninggal dengan beban umur, menurutnya akan bisa dihasilkan seperti kasus ini sehingga ratusan KPPS tersebut meninggal dunia.

"Sehingga faktor risiko kerja bisa kita lihat atau beban kerja karena lamanya atau lingkungan yang nanti berdasarkan untuk evidence base ini kita bisa berikan untuk ke depannya perbaikan bagaimana sebaiknya kita lakukan untuk petugas pemilu." (mus) 
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya