AJI: 53 Kasus Kekerasan Menimpa Wartawan Sepanjang 2019

Aksi tolak kekerasan terhadap wartawan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bobby Andalan

VIVA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, ada 53 kasus kekerasan yang menimpa wartawan atau jurnalis hingga 23 Desember 2019. Jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun ini menurun dibanding tahun sebelumnya. 

Agus Korban Penyiraman Air Keras Diperiksa Soal Laporannya ke YouTuber Pratiwi

Pada tahun lalu, tercatat ada 64 kasus kekerasan terhadap wartawan. Namun jika merujuk pada rata-rata kasus kekerasan dalam periode 10 tahun ini, jumlah tersebut masih di atas rata-rata. 

"Meski lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kasus pada 3 tahun belakangan ini, namun itu masih di atas jumlah kasus pada tahun 2013, 2014, dan 2015," kata Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Sasmito Madrim di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2019. 

Derita Bocah 5 Tahun Jadi Korban Kekerasan Ibu Kandung dan Ayah Tiri Selama Lima Bulan

Menurutnya, kasus kekerasan masih didominasi oleh kekerasan fisik sebanyak 20 kasus. Setelah itu, diikuti perusakan alat atau data hasil liputan sebanyak 14 kasus, ancaman kekerasan atau teror sebanyak enam kasus, pemidanaan atau kriminalisasi sebanyak lima kasus, dan pelarangan liputan sebanyak empat kasus. 

"Masih dominannya kasus dengan jenis kekerasan fisik ini sama dengan tahun sebelumnya. Tahun lalu jenis kekerasan fisik tercatat ada 12 kasus, tahun 2017 sebanyak 30 kasus," ujar Sasmito. 

10 Negara dengan Tingkat Kejahatan Pemerkosaan Tertinggi di Dunia

Dia menuturkan, kasus kekerasan tersebut berulang karena minimnya penegakan hukum dalam menyelesaikannya. Dan berdasarkan monitoring AJI, mayoritas kekerasan terhadap jurnalis sangat jarang berakhir di pengadilan. 

"Meski ada faktor keengganan dari jurnalis karena kurangnya dukungan perusahaan, faktor terbesar adalah praktik impunitas yang terus berlangsung bagi pelakunya," ujarnya. 

Pelaku kekerasan

Dari 53 kasus kekerasan yang dialami wartawan sepanjang tahun ini, menurut Sasmito, ternyata pelakunya paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian.  “Dari 53 kasus kekerasan ini, pelaku kekerasan terbanyak adalah polisi, dengan 30 kasus," ungkapnya. 

Sasmito menuturkan, pola kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan oleh anggota polisi itu karena wartawan mendokumentasikan demonstrasi yang berakhir ricuh. Dari kasus kekerasan terhadap wartawan, yang paling banyak terjadi di dua lokasi, yaitu demonstrasi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu 20-21 Mei 2019 dan demonstrasi mahasiswa pada 23-30 September 2019 lalu.

"Kasus kekerasan paling banyak terjadi ketika teman-teman meliput saat aksi massa yang berpotensi ricuh. Pada Mei pasca-pilpres, kekerasan fisik, perampasan alat kerja, penghapusan video dan gambar," tambahnya. 

Selain polisi, pelaku kekerasan terhadap wartawan adalah warga dengan jumlah tujuh kasus. Sementara dari organisasi massa atau organisasi kemasyarakatan sebanyak enam kasus dan orang tidak dikenal sebanyak lima kasus. 

Dia menuturkan, kekerasan yang dilakukan ormas berkaitan dengan demonstrasi. Misalnya saat Munajat 212 di kawasan Monuman Nasional (Monas). 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya