Aliansi Masyarakat Adat: Tidak Pantas Menyebut Manusia Lain Monyet

Warga Manokwari bersama TNI membersihkan sisa-sisa pembakaran di jalan.
Sumber :
  • Takdir/ Manokwari

VIVA – Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi menyayangkan narasi yang dibangun pihak tertentu untuk melakukan pengusutan terhadap kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin 19 Agustus 2019. Menurut Rukka, kerusuhan di Manokwari berkaitan erat dengan kejadian di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.

Sebulan Diburu, Tim Intelijen Koops TNI Habema Berhasil Tangkap OPM Pembunuh Danramil Aradide Paniai

"Asal mulanya itu tidak diutak-atik. Kami dari AMAN meminta supaya dua tempat ini diusut (kejadian di Surabaya dan Malang). Siapa dalangnya," kata Rukka di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa 20 Agustus 2019.

Menurut Rukka, kerusuhan di Manokwari tersulut atas tindakan rasial organisasi massa tertentu kepada mahasiswa asal Papua dan Papua Barat di Malang serta Surabaya kemarin. Lalu, ormas tertentu melakukan pengepungan terhadap asrama mahasiswa asal Papua dan Papua Barat.

Meningkatkan Literasi Digital di Wilayah Timur, Langkah Menuju Pendidikan Merata

"Dalam pengepungan, ormas tertentu mengejek mahasiswa Papua dan Papua Barat dengan sebutan binatang. Tindakan ormas termasuk aparat, bukan tindakan yang beradab. Tidak pantas menyebut manusia lain menyebut monyet," ungkapnya. 

Rukka menegaskan, aparat penegak hukum wajib mencari pelaku penghinaan kepada mahasiswa asal Papua dan Papua Barat. Pengusutan itu menjadi penting agar kerusuhan terkait etnis tidak semakin meluas.

Pertemuan JMC RI-Papua Nugini, Dirjen Adwil Kemendagri: Tingkatkan Kerja Sama di Perbatasan

"Sikap rasis terhadap orang Papua Bukan barang baru, sudah ada sejak masih dari zaman kolonial. Kami sayangnya tindakan rasis dari kolonial di-copy paste rakyat Indonesia. Kemudian memberlakukan saudara kita dengan sikap yang sama," kata dia.

Kota Religius

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyesalkan adanya sebaran informasi hoaks yang menurutnya, ikut menyulut timbulnya kerusuhan di Kota Manokwari, Papua Barat, pada Senin 19 Agustus 2019. Manokwari yang semula damai, berubah mencekam. 

Tito mengaku sangat paham dengan psikologi masyarakat Papua. Dia pernah berdinas di sana sebelumnya.

Diketahui selama dua tahun pada 2012-2014, Tito pernah menjabat sebagai Kapolda Papua. "Saya sendiri pernah menjadi bagian dari Papua, dua tahun saya tugas di sana, dinas di sana," kata Tito di RS Bhayangkara Surabaya kemarin.

Dalam kenangan Tito, Kota Manokwari adalah kota yang religius. "Setahu saya, Kota Manokwari itu adalah kota yang religius. Di kota itu pertama kali Kristiani masuk ke Papua, yaitu ke Pulau Mansinam, itu berseberangan (pulau) dengan Kota Manokwari," kata Tito yang juga eks Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri itu. 

Karena itu, Tito meminta seluruh elemen masyarakat di Manokwari dan daerah lain di Papua, agar tetap bersedia menjaga kedamaian. "Karena itu, saya minta kepada saudara-saudara kita, adik-adik mahasiswa yang ada di sana, tolong kita jaga kedamaian Kota Manokwari. Jaga kedamaian dan cinta kasih yang ada di Papua," ucapnya. 

Tito juga meminta, warga di Jawa dan provinsi lainnya memperlakukan warga Papua selaiknya saudara. "Saya juga minta kepada saudara-saudara kita yang ada di luar Papua, baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan yang lain, perlakukan saudara-saudara kita (dengan baik). Papua adalah bagian dari saudara-saudara kita sendiri semua," kata dia. (ren) 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya