Desak Perppu KPK, Emil Salim Tak Mau Balik ke Zaman Korupsi

Aksi Demonstrasi Tolak RKUHP dan UU KPK di DPR
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Salah seorang tokoh nasional sekaligus ekonom, Emil Salim, mendorong Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Ia berharap Jokowi tak membawa kembali Indonesia ke zaman korupsi yang merajalela.

Kabar Sandra Dewi Dicekal Kejagung, Pengacara Harvey Moeis Bilang Begini

Mantan Menteri Lingkungan Hidup di zaman Presiden Soeharto itu mengatakan, upaya pemberantasan korupsi sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman Jenderal AH Nasution. Upaya itu berlanjut di tangan Presiden Sukarno hingga di Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.

"(Namun) semua tahap-tahap itu tidak menghasilkan hal yang berarti dalam pemberantasan korupsi," kata Emil di Galeri Cemara, Jakarta Pusat, Jumat, 4 Oktober 2019.

Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni Ungkap 2 Hal yang Dilakukan Guna Mencegah Korupsi

Baru kemudian pada 2002, saat KPK berdiri, Emil melihat pemberantasan korupsi bertaji. Pejabat-pejabat negara yang korup mulai ditangkap; dari ketua DPR, ketua MK, gubernur, mantan menteri dan pejabat lainnya.

"Hal yang tidak pernah terjadi sejak sejarah bangsa kita berdiri," kata Emil.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Namun, dia prihatin ketika pada 2019 ini DPR menginisiasi revisi UU KPK. Menurut dia, langkah itu jelas akan melemahkan pemberantasan korupsi. Emil pun khawatir Indonesia akan kembali pada zaman dahulu ketika pemberantasan korupsi keok melawan koruptor.

"Jelas revisi UU KPK itu tidak bertujuan memperkuat KPK, tapi memperlemah, membawa kita kembali ke masa zaman korupsi," ucap Emil, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Atas hal tersebut, ia pun berharap agar Jokowi mengeluarkan Perppu yang membatalkan UU KPK yang telah disepakati pihak DPR. "Kami minta mengusulkan mengharap kepada presiden agar dikeluarkan perppu untuk menarik mengubah UU KPK dari DPR itu," katanya.

Kantor KPK di Kuningan, Jakarta.

Suram

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti menyebut dengan UU KPK yang baru kemungkinan tak ada lagi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang selama ini sering dilakukan KPK. KPK, disebutnya, akan menjadi lembaga pencegahan korupsi dengan undang-undang yang baru.

"Masa depannya KPK akan suram banget. Saya kira tidak akan ada lagi OTT. Jadi nanti KPK hanya sebagai lembaga pencegahan saja," kata Bivitri di Galeri Cemara, Jakarta Pusat, Jumat, 4 Oktober 2019.

Bivitri pun menambahkan jikalau ada OTT, mungkin hal tersebut sudah difabrikasi. Sebab, menurutnya, OTT yang dilakukan selama ini oleh KPK berawal dari penyadapan.

Dengan adanya penyadapan tersebut, Bivitri menuturkan tokoh politik maupun pejabat negara yang selama ini terkesan tak tersentuh hukum bisa ditindak oleh lembaga antirasuah tersebut.

"Makanya penangkapan Pak Setnov dan Ketua MK diawali dengan adanya penyadapan," ujarnya.

Dengan UU KPK yang baru, kata Bivitri, penyadapan dilakukan setelah adanya gelar perkara dan tahap penyidikan. Padahal dalam hukum acara pidana, gelar perkara baru ada saat penyidikan dan penyadapan dilakukan pada saat penyelidikan.

"Jadi seperti tidak mungkin ada penyadapan. Jadi memang sengaja didesain KPK-nya lumpuh betul untuk penindakan," ujarnya.

Selain itu, dalam UU KPK yang baru, komisioner KPK tidak mempunyai kuasa lantaran bukan merupakan penyidik dan penuntut umum. Sehingga komisioner KPK tidak bisa mengeluarkan surat perintah penyidikan atau sprindik. "Penyadapan juga harus ijin terlebih dahulu dewan pengawas," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya