SKK Migas Ungkap Penyebab Harga Gas Mahal

Kepala SKK Migas, Dwi Sucipto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Presiden Joko Widodo jengkel dengan harga gas industri yang masih mahal. Sebab, hal ini membuat daya saing industri dalam negeri kalah dibanding negara lain

SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri

Lantas apa penyebabnya harga gas industri masih mahal? 

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menuturkan, sebenarnya harga gas di tingkat hulu rata-rata cuma sebesar US$5,4 per MMBTU. Harga ini pun bervariasi, di mana untuk blok gas di darat (onshore) bisa mencapai US$4 per MMBTU.

Dukung Produksi, 15 Proyek Migas Siap Beroperasi di 2024

"Rata-rata nasional US$5,4. Tapi dalam perjalanan sampai ke industri, kalau langsung dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) bisa US$6-7, tapi lewat trading (perdagangan di pasar) bisa US$8-9," kata Dwi di kantornya, Jakarta, Kamis 9 Januari 2020. 

Menurutnya proses penyaluran ini perlu dibuka atau dibenahi ke depannya. Karena sebetulnya jika membeli gas langsung dari hulu hanya sekitar US$5 per MMBTU.

Target Investasi Hulu Migas 2023 Tak Capai Target, Kepala SKK Migas Ungkap Kendalanya

"Tapi rentetan hingga ke pengguna ke industri itu perlu dibuka. Katakanlah tingkat profitabilitas sewajarnya," ujar dia. 

Selama 3 bulan pertama di 2020 ini, lanjut dia, Pemerintah termasuk SKK migas sedang mengkaji opsi yang ditawarkan Presiden. Setidaknya tiga opsi itu adalah pengurangan penerimaan negara dari kontrak penyaluran gas, Domestic Market Obligation (DMO) gas hingga membuka keran impor gas.

"Itu kita exercise apakah itu pajak atau insentif yang lain, yang bisa diberikan, sehingga bisa tekan harga gas," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya