- VIVAnews/Agus Rahmat
VIVA – Pihak Istana masih mempelajari keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang menghukum Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informastika (Menkominfo) RI, terkait kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, pada Agustus-September 2019 lalu.
Penggugat di antaranya dari Aliansi Jurnalis Independent (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet). Majelis hakim mengabulkan permohonan dari penggugat, sehingga tindakan pemblokiran dengan tergugat Presiden Joko Widodo dan Menkominfo dianggap melanggar hukum.
Menyikapi keputusan itu, pihak Istana masih mempelajari lebih dalam. Sebenarnya masih ada opsi untuk mengajukan banding. Mengingat putusan belum final dan mengikat, karena baru tingkat pertama. Untuk itu, melalui Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono mengatakan, masih ada waktu hingga 14 hari bagi tergugat untuk menyikapi keputusan itu.
"Belum diputuskan apa langkah hukum selanjutnya dari pihak pemerintah. Akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa pengacara negara. Yang jelas masih ada waktu 14 hari sejak putusan PTUN untuk putusan tersebut berkekuatan hukum tetap," kata Dini dalam pesan singkatnya, Rabu 3 Juni 2020.
Keputusan yang dilakukan pemerintah saat terjadinya pemblokiran, adalah dampak dari kerusuhan yang meluas di Papua dan Papua Barat pada Agustus-September 2019 lalu.
Diantara alasan pemerintah memblokir saat itu, adalah masifnya penyebaran informasi yang menurut pemerintah sebagai kabar bohong dan provokatif. Sehingga pemblokiran dilakukan, agar masyarakat tidak terpancing dengan kabar-kabar yang tidak benar.