- VIVA/Fajar Sodiq
VIVA – Sejumlah warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi mendengar suara gemuruh dari puncak gunung api teraktif yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Suara gemuruh mulai muncul sejak status gunung naik menjadi level III atau siaga.
“Suara gemuruh di puncak Merapi itu terdengar pada siang dan malam, namun suaranya lebih jelas terdengar pada malam hari,” kata Paidi, warga Dukuh Sambungrejo, saat ditemui di tempat pengungsian sementara di Balai Desa Balerante, Klaten, Selasa, 10 November 2020.
Dukuh Sambungrejo merupakan dukuh paling atas di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Bahkan, menurut Paidi letak kampung tempat tinggalnya itu hanya berjarak sekitar 4,5 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
“Makanya dari tempat saya suara gemuruh terdengar jelas karena merupakan dukuh paling atas dan paling dekat dengan puncak Merapi,” ujarnya.
Dia pun menjelaskan suara gemuruh yang terdengar dari puncak Merapi itu menyerupai suara bebatuan yang berguguran dan tebing ambrol atau longsor. Jika mendengar suara gemuruh, warga akan keluar rumah dan melihat kondisi puncak Merapi.
Warga lainnya yang berasal dari Dukuh Mipiksari, Yahni, juga mengaku mendengar suara gemuruh dari atas puncak Merapi. Mipiksari dan Sambungrejo termasuk kawasan rawan bencana III Gunung Merapi di wilayah Kecamatan Kemalang, Klaten.
Munculnya suara gemuruh dari puncak Merapi itu memaksa dia dan anak balitanya untuk mengungsi bersama warga lainnya di Balai Desa Balerante. “Ya, takut aja. Apalagi kalau malam suasana sunyi jadi suara gemuruh lebih jelas terdengar,” ujarnya. (ren)
Baca: Merapi Siaga, Ganjar Bakal Dirikan Pengungsian ala Jepang
