- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dan enam orang lainnya sebagai tersangka suap. Edhy diduga menerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benih lobster.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, berharap tak ada lagi penyelenggara negara yang tertangkap tangan karena melakukan tindak pidana korupsi. Nawawi mengingatkan kepada para penyelenggara negara atas sumpahnya ketika menjadi pejabat publik.
"Pejabat publik saat dilantik telah bersumpah di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Karena itu KPK selalu mengingatkan agar para pejabat publik selalu mengingat janji dan sumpah tersebut dengan mengemban tugas secara amanah," kata Nawawi di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 26 November 2020.
Nawawi mengultimatum kepada para pejabat publik agar tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi ataupun kelompok. Sebab, para pejabat publik punya kewenangan lebih saat menjabat.
"Dengan kewenangan yang dimiliki sebagai amanah jabatan seorang pejabat publik memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara. Karenanya, jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi atau golongannya," ujarnya.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus menteri KP, Safri; Staf Khusus menteri KP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); staf istri menteri KP, Ainul Faqih (AF); Amiril Mukminin (AM), dan satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Baca juga: Suap Edhy Prabowo Terbongkar Gara-gara Belanja Barang Mewah di Hawaii