Dua Jenderal TNI Eks KSAU Diperiksa KPK

Eks Kepala Staf TNI AU (KSAU), Marsekal Yuyu Sutisna
Sumber :
  • VIVAnews / Eduward Ambarita

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah memeriksa dua mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna dan Marsekal (Purn) Yuyu Sutisna, serta mantan komisaris independen PT Dirgantara Indonesia yang juga petinggi TNI Bambang Wahyudi, pada Rabu kemarin.

Kabar Sandra Dewi Dicekal Kejagung, Pengacara Harvey Moeis Bilang Begini

Ketiganya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT. Dirgantara Indonesia (DI) tahun 2007 sampai 2017. Budi, Agus dan Yuyu diketahui pernah menjabat sebagai komisaris di perusahaan pelat merah tersebut. 

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap ketiga saksi, tim penyidik mendalami pengambilan keputusan yang dilakukan oleh jajaran komisaris di PT. DI. 

Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni Ungkap 2 Hal yang Dilakukan Guna Mencegah Korupsi

"Para saksi tersebut dikonfirmasi mengenai proses persetujuan komisaris dalam pelaksanaan kerja sama dengan mitra penjualan," kata Ali kepada awak media, Kamis, 17 Desember 2020.

KPK sebelumnya menetapkan tiga tersangka baru kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tahun 2007-2017.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Ketiga tersangka tersebut yakni Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 yang juga Direktur Produksi PT DI tahun 2014 sampai 2019 Arie Wibowo, Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana, dan Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata.

Dalam perkara ini Arie Wibowo diduga menerima aliran dana sebesar Rp9.172.012.834,00, sementara Didi Laksamana sebesar Rp10.805.119.031,00, dan Ferry Santosa sebesar Rp1.951.769.992,00.

Sebelumnya, KPK telah lebih dahulu menjerat mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh, eks Dirut PT DI Budi Santosa, dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani. Mereka kini tengah diadili di Pengadilan Tipikor Bandung.

Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Kemudian Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 202,2 miliar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 315 M dengan kurs Rp 14.600 per 1 USD.

Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh. 

Baca juga: Farah Anak Kapolda Metro Irjen Fadil Punya Harta Rp17 Miliar Lebih

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya