Modus Pemimpin Ponpes di Jombang Diduga Cabuli 15 Santriwati

Ilustrasi kekerasan seksual.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Korban pencabulan yang dilakukan oleh tersangka SB (50) yang merupakan pimpinan salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur diduga lebih dari satu orang. Hasil penyidikan sementara Kepolisian setempat diketahui korban cabul yang dilakukan SB sebanyak 15 santriwati. 

Bertemu Majelis Masyayikh, Menag Bahas Rekognisi Santri dan Ma’had Aly

"Kalau sementara ini yang kita mintai keterangan saksi ada 6 orang. Tapi mungkin nanti nambah jadi 15 orang. Sebab keterangan saksi ada 15 orang dan dilakukan selama dua tahun," kata Kepala Satuan Reserse Kriminalisasi Polres Jombang, Ajun Komisaris Polisi Christian Kosasih dikonfirmasi wartawan pada Selasa, 16 Februari 2021.

Ia menjelaskan, saat melakukan aksinya, SB mendatangi santriwati sasarannya pada dini hari. Di kamar, SB berpura-pura bertanya dan menyuruh korbannya agar melakukan salat malam. Usai salat SB lantas mencabuli korban. "Ada yang disetubuhi," kata Christian. 

Pelaku Pencabulan Ditangkap Polres Serang, Korban Dicekoki Miras

SB melakukan hal itu berkali-kali. Para korban menurut saja karena merasa tertekan. Sementara para korban juga ogah melapor. Pada akhirnya ada satu korban yang nekat kabur lalu pulang ke rumahnya. Sesampai di rumahnya, sang orangtua memarahi korban karena kabur dari pesantren. Pada saat itulah korban akhirnya mengaku kalau dicabuli SB. 

Berdasarkan laporan itulah polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan. Begitu alat buktinya cukup, SB di tangkap dan ditetapkan tersangka. Kapolres Jombang Ajun Komisi Besar Polisi Agung Setyo Nugroho mengatakan, pesantren yang diasuh SB kini sudah sepi. Semua santri dipulangkan setelah aksi cabul sang pengasuh terbongkar. 

Polisi di Surabaya Ditahan, Diduga Cabuli Anak Tiri Sejak SD sampai SMP

Agung mengatakan, tersangka SB dijerat dengan Pasal 76E Jo Pasal 82 Ayat (1) dan (2) dan Pasal 76D Jo Pasal 81 Ayat (2) dan (3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

"Ancaman hukuman minimal lima tahun penjara," ujarnya. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya