Pengamat Ingatkan Dampak Jika Utang Negara Terus Menumpuk

Ilustrasi utang publik Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA - Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai Presiden Jokowi tidak sejalan dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Soekarno dalam mengelola negara dengan utang secara ugal-ugalan.

Polri Ungkap Mahasiswa Korban TPPO di Jerman Banyak Terlilit Utang

“Itu selain membuat negara masuk perangkap utang (debt trap) juga membuat negara kehilangan kedaulatannya,” tutur Ubeidilah, Jumat, 16 April 2021.

Menurut Ubedilah, utang yang ugal-ugalan itu akan menimbulkan bahaya dan menjadi warisan bagi para generasi bangsa mendatang. Sebab, hal itu bertentangan dengan ajaran Soekarno soal Trisakti, salah satunya berdikari di bidang ekonomi.

Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp 72 Triliun hingga 15 Maret 2024

“Jika rezim ini terus mengelola negara dengan cara seperti ini, maka kemungkinan besar jeratan ini akan terjadi hingga 100 tahun ke depan. Bangsa yang tidak memiliki kedaulatan ekonomi. Ini bertentangan dengan ajaran Trisakti Bung Karno soal berdikari di bidang ekonomi,” kata Ubeidilah.

Baca juga: Hingga Akhir 2020, Utang Luar Negeri RI Tembus Rp5.822 Triliun

Butuh Uang, Lolly Anak Nikita Mirzani Ngaku Promosikan Situs Judi Online

Atas alasan itu, Ubedilah menilai rezim Jokowi tidak sesuai dengan ajaran Soekarno. Sebab, Jokowi kerap mempertontonkan jargon-jargon ideologi politik ekonomi Soekarno, tetapi tidak mampu menjalankan pemikiran Soekarno.

“Saya kira Megawati sebagai pemimpin partai berkuasa mestinya melakukan langkah keras kepada Jokowi yang petugas partai itu,” tegasnya.

“Jika Megawati tidak melakukan langkah keras itu, maka maaf kesimpulannya realitas itu membenarkan analisis bahwa Megawati bukan anak ideologisnya Soekarno. Gagasan Soekarno hanya dipakai untuk jualan suara saat kampanye pemilu saja,” tutur Ubedilah.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengumumkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 sebesar US$417,5 miliar atau setara Rp5.822 triliun (kurs Rp13.946 per dolar AS). ULN terdiri dari sektor publik, pemerintah dan bank sentral, US$209,2 miliar dan ULN sektor swasta termasuk BUMN US$208,3 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya