Cerita Paskibraka Upacara Pakai Hazmat, Jadi Tahu Perjuangan Nakes

Tiga orang Paskibraka Provinsi Jawa Tengah bertugas di RSDC Donogufan Boyolali.
Tiga orang Paskibraka Provinsi Jawa Tengah bertugas di RSDC Donogufan Boyolali.
Sumber :
  • VIVA/Teguh Joko Sutrisno

VIVA – Bagi Enrica Audia Prastiwi, siswa SMA dari Purworejo, tak pernah terbayangkan ia akan menjadi salah satu petugas paskibraka di RSDC Donogufan Boyolali. Ia pun harus bertugas menggunakan hazmat. 

Sebelumnya, Enrica mendaftar jadi calon pasukan pengibar bendera pusaka secara bertahap melalui seleksi ketat, dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, hingga lolos sampai tingkat Provinsi Jawa Tengah.

Selama beberapa pekan karantina dan berlatih di tingkat provinsi, ia masih mengira akan ditugaskan sebagai pengibar bendera pusaka di halaman kantor Gubernur Jawa Tengah. 

Baca Juga: Soal Revisi Aturan PLTS Atap, IRESS Soroti Perburuan Rente

Tapi, pada H-2 ia bersama dua anggota Paskibraka lainnya diberi tugas menjadi pengibar bendera istimewa di RSDC Donohudan Boyolali dengan inspektur upacara Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan peserta upacaranya ratusan pasien COVID-19. Ia pun harus memakai hazmat demi protokol kesehatan.

Jelas, tugasnya mengibarkan sang merah putih lebih berat dan sangat berat dibanding lainnya. Selain bertanggungjawab memastikan merah putih berkibar, ia harus melawan panas dan beratnya pakaian hazmat yang ia kenakan.

Selesai upacara keringatnya deras bercucuran. Nafasnya tersengal, dan nampak sekali dari wajahnya ia kecapekan.

Halaman Selanjutnya
img_title