Laporan Mahasiswi Aceh Hendak Diperkosa Ditolak Polisi, Alasan Vaksin?

Ilustrasi/Aksi Solidaritas untuk korban pemerkosaan di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dewi Fajriani

VIVA – Seorang mahasiswi di Aceh Besar, Aceh yang mengaku jadi korban upaya pemerkosaan ditolak saat melaporkan peristiwa itu ke Polresta Banda Aceh. Alasan polisi saat itu disebut karena perempuan tersebut belum divaksin COVID-19.

Rektor UNU Gorontalo Diduga Lecehkan 12 Mahasiswi, Dosen dan Staf di Kampus

Kuasa hukum korban Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, M. Qodrat yang mendampingi kasus itu membenarkan kliennya ditolak saat hendak melaporkan peristiwa pemerkosaan itu ke kantor polisi.

Peristiwa penolakan itu terjadi kemarin Senin, 18 Oktober 2021. Pihaknya bersama korban mendatangi Polresta Banda Aceh. Namun petugas jaga di pintu melarang mereka untuk masuk apabila belum divaksin.

Mahasiswi dan IRT Jual Diri di Michat Demi Kebutuhan Hidup, Sekali Kencan Rp 200 Ribu

Hal yang sama juga terulang saat rombongan yang hendak melapor itu berada di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Banda Aceh. Di sana petugas juga tidak merespons mereka karena belum disuntik vaksin.

"Kalau tidak ada sertifikat vaksin tidak boleh masuk. Setelah di SPKT hal yang sama terulang yaitu jika belum ada sertifikat vaksin tidak bisa dibuat laporan," kata M. Qodrat pada Selasa, 19 Oktober 2021.

Kasus Penganiayaan Sesama Mahasiswi di Karawaci, Korban Minta Tersangka Dihukum Berat

Padahal korban disebut memiliki riwayat penyakit yang mengharuskan dirinya tidak bisa sembarangan divaksin. Korban juga memiliki surat keterangan dari dokter bahwa tidak tidak boleh divaksin.

"Korban sudah bilang dia tidak bisa divaksin. Kemudian petugas di sana mengatakan harus ada surat keterangan, tapi di SKPT tetap menolak (membuat laporan)," kata dia lagi.

Usai ditolak di Polresta Banda Aceh, lantas LBH Banda Aceh dan korban ingin melaporkan ke Polda Aceh. Di sana, mereka diterima oleh petugas SPKT. Namun petugas di sana juga menolak menerbit surat tanda bukti lapor karena pelakunya tidak diketahui.

Padahal menurut Qodrat, Kepolisian tidak seharusnya menolak laporan karena alasan pelaku tidak diketahui. Sebab sudah kewajiban Kepolisian adalah menerima laporan dan melakukan penyelidikan untuk mencari pelaku.

"Tindakan Polda Aceh menolak mengeluarkan STBL karena pelakunya tidak diketahui sangat kita sayangkan. Artinya polisi lah yang berhak mencari tahu," ucapnya.

Qodrat mengatakan, jika peristiwa itu tidak ditangani dengan cepat maka dipastikan pelaku akan melarikan diri atau keluar dari wilayah tersebut. Ia menduga pelakunya warga sekitar yang sudah mengetahui kondisi rumah korban.

Kasus itu bermula saat korban berada di rumah sendiri pada Minggu, 18 Oktober 2021 siang hari. Saat itu seorang pria mengetok pintu rumahnya. Ketika korban membuka pintu pelaku langsung membekap korban dan berupaya melakukan tindakan pemerkosaan.

Namun karena korban melawan dan berteriak tetangga korban dan ibunya yang saat itu kebetulan pulang dari pasar langsung mengecek rumah untuk memastikan kondisi korban.

Mengetahui aksinya terpergok, pelaku langsung melarikan diri. Kemudian korban dan orang tuanya melaporkan hal itu ke kepala dusun tempat tinggal korban.

Sementara itu Kabag Ops Polresta Banda Aceh AKP Iswahyudi membantah bahwa instansinya menolak laporan korban pemerkosaan gara-gara belum melakukan vaksinasi.

"Masyarakat yang akan melapor tetap kita arahkan ke penyidik. Tidak mungkin kita tidak menerima laporan, karena itu sudah tugas pokok kita sesuai undang-undang nomor 2 tahun 2002," kata Iswahyudi.

Ia menyebutkan bahwa memang ada masyarakat yang ingin membuat laporan ke Mapolresta Banda Aceh. Petugas piket kata Iswahyudi, kemudian menanyakan masyarakat tersebut apakah sudah melakukan vaksin atau belum.

"Jadi enggak serta-merta, polisi enggak mau terima laporan. Jadi berasumsinya macam-macam. Ibu itu langsung balik kanan (pas ditanya vaksin). Padahal solusinya masih ada," ungkap Iswahyudi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya