5 Alasan MK Tetap Bertahan dengan Sistem Pemilu Terbuka, Coblos Caleg

Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kiri) dan Suhartoyo (kanan) saat mengikuti sidang putusan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

JakartaMahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pleno pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022 soal uji materi sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 pada hari ini, Kamis, 15 Juni 2023.

Golkar Bertemu PKS, Peluang Koalisi di Pilkada Sumatera Utara Terbuka?

Hasilnya dalam sidang tersebut hakim konstitusi, Suhartoyo menilai sistem proporsional terbuka atau coblos calon legislatif (caleg) pada pemilu lebih demokratis.

Kedua, Proporsional terbuka juga dinilai lebih adil bagi partai maupun caleg yang mendapat dukungan.

Tanggapi Isu Prabowo Bakal Punya 40 Menteri, Ganjar Ingatkan Buruknya "Politik Akomodasi"

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi (dari kiri) Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra dan I Dewa Gede Palguna memimpin sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

"Proporsional terbuka juga dinilai lebih demokratis, karena dalam sistem ini representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon. Sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik yang signifikan," ujar Hakim Suhartoyo di ruang sidang MK, Kamis, 15 Juni 2023.

Anies: Pakemnya yang Tidak Mendapatkan Amanah Berada di Luar Kabinet

Ketiga, Suhartoyo beranggapan, dengan sistem proporsional terbuka kandidat caleg juga bisa bersaing secara sehat agar memperoleh suara sebanyak mungkin dalam kontestasi pemilu.

“Kandidat calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan. Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka," jelas Suhartoyo.

Keempat, dilihat dari segi pemilih, Suhartoyo menilai mereka bisa memilih langsung tanpa terikat oleh nomor urut yang telah ditetapkan oleh partai politik pendukungnya.

Partai Politik tolak sistem pemilu proporsional tertutup

Photo :
  • VIVA / Ahmad Farhan

"Hal ini memberikan fleksibilitas pemilih untuk memilih calon yang mereka anggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka," jelas Suhartoyo.

Kelima, dia mengatakan masyarakat pemilih juga berkesempatan untuk melibatkan diri dalam tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih.

"Sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemilih," ujarnya.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman (tengah)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Seperti diketahui, sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam pemohon yaitu Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto , dan Nono Marijono. Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Mereka adalah Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Keadilan Sejahtera.

Hanya ada satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Para pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila MK mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.

Parpol tolak pemilu sistem Proporsional tertutup

Photo :
  • ANTARA
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya