Momen Lukas Enembe Lontarkan Kata-kata Kasar saat Dicecar Jaksa soal Kepemilikan Hotel

Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe di persidangan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Jakarta - Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe emosi saat dicecar Jaksa terkait dengan kepemilikan Hotel Angkasa. Lukas bahkan berani menyerang Jaksa dengan kata-kata kasar di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 4 September 2023. 

Kasus Mayat Bayi Dibuang Sang Ayah di Tanah Abang, Polisi: Hasil Aborsi Digugurkan di Hotel

Awalnya, Lukas yang tengah diperiksa sebagai terdakwa kasus suap dan gratifikasi itu ditanya Jaksa soal kepemilikan Hotel Angkasa. 

"Saudara tahu Hotel Angkasa?" kata Jaksa.

SYL Juga Bayar Biduan Pakai Hasil Uang Korupsi Kementan, Saksi: Rp100 Juta Sekali Transfer

"Tidak ada," ucap Lukas Enembe.

"Saya tanya, bapak tahu Hotel Angkasa?" tanya Jaksa lagi.

Hakim Tunda Sidang Kasus Korupsi Kementan Gegara SYL Diare

"Tidak ada, tidak tahu," kata Lukas Enembe.

"Yang punya Hotel Angkasa?" tanya Jaksa lagi.

"Kau punya!" ucap Lukas. 

"Saya yang punya? Ya enggak mungkin," ucap Jaksa.

Sidang kasus Lukas Enembe

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

Merasa tak mendapatkan jawaban pasti, Jaksa kembali mencecar Lukas Enembe terkait kepemilikan Hotel Angkasa itu. Saat itu, Lukas justru menjawab dengan kata-kata kasar.

"Ko punya toh, Cuk* kau," ucap Lukas. 

"Yang Mulia, ini kata-kata kasar," jawab Jaksa. 

Jaksa yang tidak terima langsung mengadu kepada Hakim Ketua Rianto Adam. Saat itu, Hakim Rianto pun sempat mengulang kembali pernyataan Jaksa.

Namun, Jaksa tetap merasa keberatan atas kata-kata kasar yang dilontarkan Lukas Enembe. 

"Kami keberatan dengan kata-kata kasar tadi Yang Mulia," ujar Jaksa.

Salah satu kuasa hukum Lukas Enembe pun merespons keberatan Jaksa. Dia bahkan meminta ucapan yang dilontarkan kliennya itu dicabut.

"Pak Jaksa dan Pak Hakim, mengatasnamakan terdakwa saya menyatakan mencabut ucapan 'ko punya' dan 'cuk*', saya atas nama terdakwa mencabut," ujar salah satu kuasa hukum Lukas. 

Lukas Enembe Didakwa Terima Suap Rp 46,8 M

Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara resmi akhirnya mendakwa Gubernur Nonaktif Provinsi Papua, Lukas Enembe dengan nilai Rp 46,8 miliar terkait dengan suap dan gratifikasi yang menjeratnya. Jaksa menilai bahwa perilaku Lukas sudah menjadi hal yang bertentangan sebagai penyelenggara negara.

"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji," ujar jaksa penuntut umum (JPU) KPK di ruang sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin 19 Juni 2023.\

Di perkara suap, Lukas Enembe telah menerima uang sebanyak Rp 45,8 Miliar. Dari puluah miliar itu, dirincikan sebanyak Rp10,4 miliar berasal dari PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Kemudian, sebesar Rp35,4 miliar diterima dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.

Uang tersebut diberikan kepada Lukas Enembe guna memenangkan perusahaan milik Piton dan Rijatono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Lukas Enembe didakwa sebanyak Rp 1 Miliar dalam kasus gratifikasinya. Uang tersebut didapatkan oleh Lukas dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan melalui Imelda Sun yang dikirim melalui nomer rekening Lukas.

Lukas Enembe terkait dengan perkara suapnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, untuk perkara gratifikasinya, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya