- suaramanado.com
VIVAnews - Indonesia saat ini sedang mengalami kekurangan guru besar hukum. Banyak doktor hukum yang tidak berminat menjadi guru besar, ini karena proses birokrasi untuk menjadi guru besar sangat rumit.
"Kekurangan guru besar bukan hanya terjadi di Unpad (Universitas Padjadjaran) saja, namun juga terjadi di beberapa universitas di Indonesia," ujar Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran Prof Bagir Manan dalam talkshow
Perkembangan Hukum Ketatanegaraan Indonesia di Era Reformasi di Unpad, Bandung, akhir pekan ini.
Mantan Ketua Mahkamah Agung ini mengatakan kurangnya guru besar hukum terjadi karena beberapa faktor. Salah satu faktor muncul dari kebijakan pemerintah, yaitu memberi syarat yang tidak mudah dan birokrasi yang panjang.
Faktor lainnya adalah minimnya para doktor hukum untuk membuat karya tulis ilmiah atau pun buku. Padahal dengan membuat karya ilmiah itu merupakan penilaian tinggi untuk menjadi guru besar.
Selain itu, Bagir yang tengah menjabat sebagai Ketua Dewan Pers mengatakan, saat ini para dosen hukum tidak lagi bangga jika diangkat menjadi guru besar. Padahal, menurut dia, menjadi guru besar adalah pengabdian tertinggi sekaligus kebanggaan tersendiri dalam dunia pendidikan.
"Guru besar merupakan predikat tertinggi seorang pendidik dalam dunia pendidikan," ujarnya.
Menurut Bagir, para dosen hukum tidak diberikan kelonggoran dalam melakukan riset sehingga membuat minat mereka turun. Solusinya, para dosen hukum diberikan kelonggaran untuk melakukan riset dan penilaian serta pengabdian kepada masyrakat untuk mengejar gelar guru besar.
"Kalau saja mereka diberikan kesempatan dan waktu bebas dari tugasnya untuk mengerjakan penelitian, permasalahan kelangkaan guru besar bisa diatasi,” katanya.
Sementara itu, Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Hukum Unpad, Rudi M Rizki, mengakui jika saat ini Unpad sedang kekurangan guru besar hukum.
"Dari 50 dosen, kami hanya memiliki 12 guru besar,” ungkapnya.
Laporan: Iwan Kurniawan l Bandung