Pemerintah dan ILO Dorong Penghapusan Eksploitasi Pekerja Perempuan di Sektor Kelapa Sawit-Perikanan
- Tanggapan layar video YouTube
VIVA Nasional – Perempuan merupakan kelompok yang paling rentan terhadap kondisi kerja yang tidak layak di sektor perkebunan kelapa sawit dan perikanan. Mereka masih menghadapi diskriminasi dalam hal upah, jaminan perlindungan sosial dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta rentan terhadap pelecehan seksual.
Untuk itu, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna menegaskan bahwa pekerja perempuan mempunyai hak yang sama dengan pekerja laki-laki.
Namun, ia mengakui, pada kenyataannya pekerja perempuan kerap melakukan pekerjaan berketerampilan rendah dengan produktivitas minimum dan jam kerja yang panjang serta sering kali tidak dibayar.
“Pekerja perempuan juga menanggung beban terberat dari kerja perawatan yang tidak berbayar serta tanggung jawab pekerjaan rumah tangga. Karenanya, pekerja perempuan berhak untuk mendapatkan perlindungan lebih dibandingkan pekerja laki-laki,” kata Yuli dalam diskusi daring dengan tema Dialog Sektoral: Kesetaraan Gender untuk Kerja Layak dan Adil di Pedesaan di Jakarta, pada Selasa 27 Februari 2024.
Acara ini merupakan kolaborasi antara Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dengan KataData dan Magdalene dalam memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada setiap tanggal 8 Maret.
Diskusi ini membahas upaya para pemangku kebijakan dan aktor ketenagakerjaan dalam mendorong kesetaraan gender untuk memastikan pekerjaan yang layak di pedesaan tercapai.
Selanjutnya Yuli menambahkan bahwa pemerintah telah membuat kebijakan perlindungan pekerja perempuan melalui Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta peraturan perundangan turunannya yang mencakup perlindungan fungsi reproduksi dan non diskriminatif.
Pemerintah pun telah menerbitkan Panduan Pedoman Pencegahan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja sesuai Keputusan Menteri No. 88 Tahun 2023.
“Melalui berbagai perangkat di atas, pemerintah ingin memastikan semua pekerja, khususnya pekerja perempuan, dapat bekerja dengan nyaman terutama di di industri padat karya seperti perkebunan,” ia menambahkan.
Sementara Lusiani Julia, Staf Program Nasional ILO, menyatakan pemberdayaan perempuan dan promosi mengenai kesetaraan gender sangat dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) di Indonesia.
“Sesuai dengan moto SDG, No One Left Behind, secara afirmatif dan protektif semua pihak harus terlibat, terutama kelompok-kelompok rentan termasuk perempuan di pedesaan, agar persoalan mereka terlihat dan mereka pun memiliki akses untuk dapat ikut menikmati hasil-hasil pembangunan bisa dirasakan manfaatnya,” ungkap dia.
Sulistri, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh Makanan Minuman Pariwisata Restoran dan Hotel (FSB Kamiparho), menjelaskan, perempuan di sektor perkebunan kelapa sawit masih banyak mengalami diskriminasi.
Status mereka yang umumnya pekerja lepas, membuat mereka rentan terhadap upah rendah serta ketiadaan jaminan perlindungan sosial dan K3.
“Kalau kita lihat, perlindungannya masih jauh dari layak, karena bicara tentang pemupukan, misalnya, bersinggungan dengan zat kimia, tapi perlindungan terhadap pekerja perempuan yang banyak mengerjakan tugas ini masih kurang dan belum ada, misalnya, pemeriksaan rutin kesehatan dalam sebulan atau alat K3,” tukas Sulistri yang menjadi salah seorang narasumber bersama dengan perwakilan pengusaha dari sektor kelapa sawit dan perikanan.
Namun, Sumarjono Saragih, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bidang Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa industri perkebunan kelapa sawit berkomitmen melindungi pekerja perempuan. Untuk itu, GAPKI telah menyusun Panduan Perlindungan terhadap Pekerja Perempuan.