- web
VIVAnews - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan penyelenggaraan otonomi daerah harus diikuti dengan kemampuan dan kapsitas daerah.
Daerah harus mampu memiliki tata kelola pemerintahan sesuai rambu perundang-undangan yang berlaku. "Itu yang kami ingin dorong," kata Djohermansyah di Jakarta, Rabu 20 April 2011.
Djohermansyah menyadari, otonomi daerah menyebabkan munculnya sejumlah daerah yang ingin melakukan pemekaran. Berdasarkan estimasi yang dilakukan Kemendagri, hingga tahun 2025 batas maksimal jumlah kabupaten atau kota mencapai 545 kabupaten.
Adapun, jumlah kabupaten atau kota saat ini adalah 491 kabupaten/kota. Sedangkan perkiraan jumlah pemekaran daerah otonomi di Indonesia mencapai 54 kabupaten.
Angka itu didapat dari, penambahan jumlah kabupaten di beberapa daerah, diantaranya, penambahan dua kabupaten di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Banten, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan penambahan satu kabupaten baru ada di Jambi, Lampung, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Utara.
Untuk Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua Barat akan terjadi penambahan sebanyak empat kabupaten. Sedangkan Papua dan Kalimantan Timur, masing-masing terjadi penambahan sebanyak enam dan lima kabupaten baru.
Djohan menjelaskan, tentu saja penambahan daerah otonomi ini, tak serta merta dilakukan. Daerah tersebut harus memiliki pertimbangan diantaranya, mencangkup aspek geografi yaitu luas wilayah, demografi yaitu batas penduduk minimal, aspek sistem diantaranya pertahanan dan keamanan, sistem ekonomi mencangkup indeks pembangunan manusia serta prediksi pertumbuhan ekonomi, sistem keuangan, sistem politik dan sosial budaya, sistem administrasi publik, dan manajemen pemerintahan.
Untuk mempersiapkan ini, kata dia, pemerintah akan menata kembali regulasi yang ada, sehingga lebih terencana dan terorganisir. (sj)