- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews - Polda Nusa Tenggara Barat kesulitan mengolah Tempat Kejadian Perkara ledakan yang terjadi di dalam Pondok Pesantren Khilafiyah Umar Bin Khatab yang terletak di Bolo, Bima. Pihak pondok pesantren menghalangi aparat sejak berlangsung kemarin petang, Senin 11 Juli 2011.
"Karena ada penolakan baik dari santri maupun dari ustadnya," kata Kepala Urusan Penerangan Umum Sub Direktorat Penerangan Masyarakat Polda NTB, Ajun Komisaris Polisi Raden Sudjoko Aman, di Mataram, NTB, Selasa 12 Juli 2011.
Saat ini, pasukan gabungan sudah menuju lokasi kejadian untuk menyelidiki ledakan yang menewaskan satu orang santri itu. Pasukan yang dikerahkan antara lain dari Polres Bima, Brigade Mobil, Pengendalian Masyarakat (Dalmas) dan TNI sudah berada di lokasi kejadian.
Tim Gegana Densus 88 Polda NTB juga sudah tiba. Tetapi, upaya menyelidiki penyebab kejadian ledakan yang diduga dari bahan bom rakitan itu belum berhasil. Polisi masih dihalangi santri dan ustad.
Untuk saat ini, polisi hanya bisa mengimbau masyarakat sekitar untuk pindah dan menjauh. Meski demikian, polisi berupaya melakukan pendekatan agar pihak pondok pesantren mengizinkan olah TKP. "Kami tetap menjalankan tugas secara persuasif dan preventif untuk mengatasi masalah itu," kata Sudjoko.
Terkait dengan peristiwa itu, polisi belum bisa memastikan apakah ledakan itu merupakan bagian dari tindak terorisme. Polisi akan bertindak represif dengan skala yang lebih besar jika pihak Pondok Pesantren tetap menolak rencana olah TKP itu.
Pondok Pesantren ini juga menjadi perhatian publik. Karena, salah satu santrinya, Saban Abdurrahman, menjadi tersangka dugaan pembunuhan anggota Reserse Polsek Bolo, Rokhmad. Korban tewas dengan tiga tusukan pada 30 Juni lalu. Saban mendapatkan penjagaan ketat Densus 88 saat dipindah ke Mataram. (Laporan: Edy Gustan, Mataram, eh)