- VIVAnews/Tri Saputro
VIVAnews - Tragedi bom Marriott I sudah lama usai. Ledakan terjadi pada 5 Agustus 2003 itu telah memporak-porandakan hotel JW Marriot. Selama delapan tahun, tak hanya fisik mereka terluka, hati mereka pun turut terkoyak.
"Kita mau bersuara, korban ini mau diapakan?," ujar Wahyu Adiartono, Ketua Asosiasi Korban Bom Terorisme di Indonesia (Askobi), saat ditemui dalam acara peringatan 8 tahun tragedi bom Marriott di Jakarta, Jum'at 5 Agustus 2011.
Wahyu menuturkan pemerintah harus lebih memperhatikan nasib para korban. Selama ini, perhatian pasca ledakan terjadi semakin berkurang. Dia mencatat, setidaknya tiga orang telah meninggal akibat tidak terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan pengobatan.
"Mereka meninggal karena dianggap sudah sembuh. Ketika datang ke rumah sakit, keluhannya tidak diperhatikan," jelasnya.
Tidak hanya itu, beberapa korban yang mengalami cacat permanen bahkan terpaksa menerima sejumlah diskriminasi sosial. Seperti dikeluarkan dari pekerjaannya semula, sehingga kebutuhan ekonomi menjadi terganggu. Alasannya karena ketidaksempurnaan fisik mereka seperti semula.
"Beberapa teman menyayangkan mereka harus keluar dari tempat bekerja dikarenakan cacat yang derita," urainya Dwi Welasih, salah satu korban.
Oleh karena itu, baik Wahyu maupun Dwi berharap pada pemerintah untuk sebuah kepastian hukum untuk mereka. Hal ini untuk menjamin kehidupan para korban terorisme ke depan.
"Satu saja permintaan kami, masukkanlah anggaran untuk korban di APBN, boleh melalui Menteri Kesehatan, Kementerian Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Luar Negeri," kata Wahyu.
Meskipun demikian, tidak semua korban mengalami nasib yang buruk. Seperti misalnya Bambang Triyanto, salah satu security hotel yang terkena ledakan, sampai saat ini dia dapat menjalani kehidupan seperti biasa. Dia pun masih dipercaya untuk bekerja di hotel JW Marriott.
"Saya menerima apa yang ada karena itu garis hidup saya. Mungkin orang berbeda-beda. Tetapi saya yakin semua sudah diatur yang kuasa. Saya ikhlas menjalani ini semua," terangnya.
Apapun itu, adalah tugas pemerintah untuk menjamin ketentraman dan rasa aman rakyatnya. Terlebih bagi mereka korban ledakan brutal sekelompok orang, harus mendapatkan perhatian yang lebih.
"Kami optimis pemerintah maupun berbagai pihak akan terus memberikan perhatian kepada para korban bom terorisme dan akan bahu membahu mencegah terulangnya kejahatan terorisme di Indonesia," jelas Dwi.