- Antara/ Budi Setiawanto
VIVAnews - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Mohammad Jumhur Hidayat menyatakan, belum ada rencana pemerintah mencabut moratorium atau penghentian sementara mengirim Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi dalam sektor informal.
"Moratorium sejak 1 Agustus lalu masih berlaku," kata Jumhur dalam keterangan persnya yang diterima VIVAnews, Jakarta, Rabu 24 Agustus 2011.
Dia menambahkan, moratorium itu masih tetap berlaku hingga pemerintah Indonesia dan Arab Saudi memiliki kesepakatan perbaikan pelayanan TKI yang menjamin perlindungan dan pemberian hak terhadap para TKI.
Saat ini, kata Jumhur, moratorium dengan Arab Saudi masih dalam tahap pemantauan serta evaluasi. Itu pun akan dilakukan hingga enam bulan mendatang. Setelah enam bulan evaluasi, maka akan ditentukan apakah moratorium ini akan diteruskan atau dicabut.
"Pemerintah memang berkomitmen menemukan pintu keluar atas persoalan TKI informal. Jadi, moratorium menjadi 'exit' masalah ini," kata dia.
Selain Arab Saudi, pemerintah juga menerapkan moratorium ke Malaysia, Kuwait, Jordania, dan Suriah.
Jumhur juga berharap agar perusahaan yang mengirimkan TKI ke luar negeri tak hanya mengirim TKI sabagai pembantu rumah tangga saja. Tapi berorientasi pada penempatan TKI di sektor formal seperti penempatan TKI di perusahaan-perusahaan yang pasarnya terbuka luas.
Sebelumnya, BNP2TKI menilai pemberlakuan moratorium ini berpotensi menambah kemiskinan. "Oleh karena itu, pemerintah berusaha keras melaksanakan program pemberdayaan ekonomi rakyat di daerah-daerah yang biasa menjadi kantung TKI," kata Jumhur.
Dia memaparkan data sebelum pemerintah mengeluarkan moratorium TKI pada sektor informal di Arab Saudi terdapat 20.000 hingga 25.000 TKI yang ditempatkan ke Arab Saudi per bulan. Atau dapat dikatakan 70 persen TKI di Arab Saudi bekerja di sektor informal.