Soal Pengacara, Pemerintah Bantah Klaim N7W

Sapta Niswandar & Direktur New 7 Wonder Foundation, Jean-Paul de La Fuente
Sumber :
  • Antara/ Ujang Zaelani

VIVAnews – Humas Publik dan Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), I Gusti Ngurah Putra, menegaskan bahwa pemerintah tidak membayar pengacara Swiss untuk menggugat New7Wonders (N7W). Penegasan Gusti itu sekaligus untuk membantah ucapan Direktur N7W, Jean Paul de La Fuente, yang dikemukakan kemarin.

Paul mengatakan, ada pejabat pemerintah RI yang melakukan aksi balas dendam terhadap N7W karena tidak terima Indonesia dicoret dari daftar penyelenggara Malam Deklarasi Kemenangan New7Wonders. “Pejabat itu adalah orang yang sama, yang selama dua tahun pernah bekerja sama baik dengan kami. Tapi setelah Indonesia dicoret, dia menyerang kami,” ujar Paul.

“Pejabat itu bahkan menyewa pengacara di Swiss dengan biaya sangat mahal. Apakah ini cara yang benar untuk menggunakan uang rakyat,” imbuh Paul dalam telekonferensi via Skype dengan Duta Komodo, Jusuf Kalla, dan para jurnalis Indonesia di Aula Kantor Pusat PMI, Jumat 4 November 2011.

Ucapan Paul itu lantas dibantah oleh Kemenparekraf. “Kami bukan menyewa pengacara atau kuasa hukum, tapi lebih tepatnya konsultan,” terang Gusti. Menurutnya, kementerian memutuskan untuk berkonsultasi dengan pengacara Todung Mulya Lubis, karena menduga akan dituntut N7W akibat tidak mau membayar biaya penyelenggaran Malam Deklarasi Kemenangan New7Wonders, yang mengakibatkan pencoretan Indonesia dari daftar pendukung resmi penyelenggaraan New7Wonders.

“Kami cari konsultan untuk berkonsultasi bagaimana pertimbangannya secara hukum internasional. Tapi karena kami belum deal apa-apa, kami tidak akan menuntut balik, karena secara finansial kami tidak dirugikan,” jelas Gusti. “Berdasarkan saran dari konsultan ini, dinyatakan tidak ada masalah kalau kami mundur sebagai tuan rumah Malam Deklarasi Kemenangan New7Wonders,” imbuhnya.

Namun, lanjut Gusti, pihaknya kemudian mempertanyakan keputusan N7W yang mencoret Indonesia dari daftar pendukung resmi penyelenggara N7W, hanya gara-gara Indonesia mundur sebagai tuan rumah Malam Deklarasi Kemenangan. “Begitu kami quit dari rencana menjadi tuan rumah, kok kami langsung dikeluarkan dari N7W. Ini kan lucu, sehingga kami pun meragukan kredibilitas yayasan ini,” kata Gusti kepada VIVAnews, Jumat 4 November malam.

Jadi, tegas Gusti lagi, tidak benar Indonesia mencari pengacara, apalagi menyewa dan menunjuk pengacara di Swiss. Faktanya, kata Gusti, kementerian sekedar berkonsultasi dengan Todung Mulya Lubis yang notabene merupakan pengacara asal Indonesia sendiri.

“Beliau kami munta saran, karena kami berhadapan dengan lembaga internasional. Jadi tentu kami berhati-hati dan mencari orang yang paham betul tentang masalah hukum internasional,” kata Gusti. “Pak Todung bahkan kami tunjuk sebagai konsultan sebelum kami keluar dari N7W,” ujarnya.

Namun, imbuh Gusti, bisa jadi Todung berkonsultasi dengan kolega pengacaranya yang ada di Swiss untuk lebih mendalami persoalan. “Kalau disebut ada konsultan dari Swiss, mungkin Pak Todung berkonsultasi dengan rekannya yang ada di Swiss. Yang jelas, kami belum tunjuk konsultan dari Swiss secara langsung,” kata dia.

Apapun polemik seputar N7W, Gusti menegaskan, pemerintah konsisten pada sikapnya untuk tidak ikut lagi dalam acara-acara yang digelar N7W. “Namun terkait Komodo, kami lanjut meningkatkan upaya-upaya mempromosikan destinasi wisatanya, baik di dalam maupun di luar negeri,” kata Gusti.

Awal Mula Kontroversi

Kontroversi keikutsetaan Komodo dalam ajang New7Wonder of Nature bermula ketika Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Djoko Susilo, meminta masyarakat Indonesia berhati-hati dengan yayasan N7W. “Ini yayasan abal-abal. Kami sudah tongkrongi alamat kantornya sehari penuh, tidak juga ditemukan orang-orangnya. Tidak ada satu pun orang di Swiss, atau minimal tetangga yang berada di dekat situ, yang mengenal yayasan New7Wonders,” kata Djoko, Selasa 1 November 2011 kemarin.

Direktur New7Wonders Jean Paul de La Fuente sendiri telah membantah tudingan Djoko. “Alamat yang di Zurich itu memang merupakan museum milik keluarga Weber. Tapi betul kami berkantor di alamat itu. Silakan temui kami di alamat tersebut, tapi dengan janji terlebih dulu, karena kami tidak selalu berada di kantor,” kata Paul.

“Orang-orang kami tidak menganut sistem kerja konvensional yang hanya bekerja secara administratif dengan kertas-kertas kerja. Bagi kami, semua staf harus berada di lapangan. Untuk berkomunikasi dan berinteraksi, bisa menggunakan teknologi seperti internet dan telepon. Silakan datang ke kantor pendaftaran catatan milik pemerintah. Dokumen-dokumen kami tercatat di kantor region Zurich,” imbuh Paul.

Kampanye pemenangan Komodo dalam kompetisi N7W semula ditangani oleh Kementerian Pariwisata. Tapi sejak kementerian berselisih paham dengan N7W dan dikeluarkan dari tim pemenangan Komodo oleh N7W, kampanye Komodo kemudian diambil alih oleh pihak swasta dengan Emmy Hafild sebagai ketuanya. Tim yang diketuai Emmy ini kemudian menunjuk Jusuf Kalla sebagai Duta Komodo. (ren)

Terkuak, Ada Perjanjian Pisah Harta Harvey Moeis dan Sandra Dewi
Arema FC

Soal Anggapan Raja Penalti Liga 1, Begini Pembelaan Arema FC

Arema FC menolak anggapan sebagai tim paling diuntungkan oleh wasit karena banyak menerima hadiah penalti di Liga 1. Singo Edan menilai penalti yang mereka dapat murni.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024