Sumber :
- VIVA.co.id/Daru Waskita
VIVA.co.id
- Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mewisuda 1.478 mahasiswanya yang berhasil meraih gelar magister dan doktor. Tapi wisuda itu tak seperti biasanya karena di antara para wisudawan-wisudawati itu ada seorang ibu dan anaknya. Mereka diwisuda bersamaan dan sama-sama menyandang gelar doktor.
Meski usia keduanya terpaut 23 tahun, peristiwa diwisuda secara bersamaan ibu dan anak itu jarang terjadi di sebuah perguruan tinggi, apalagi menyandang gelar akademik yang sama.
Ibu dan anak itu adalah Dr Sri Budi Lestari (59 tahun), sedangkan putranya Dr Budi Prasetyo (36 tahun). Mereka menempuh studi pascarjana di UGM. Si ibu kuliah di Program Studi Kajian Budaya dan Media, sedangkan anaknya di Program Studi Ilmu Lingkungan. Keduanya adalah staf pengajar pada Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Sri Budi Lestari alias Ayie saat prosesi wisuda tampak duduk di kursi roda. Ia ditemani suaminya, Didik Samadikun. Ayie menuturkan, sejak lima tahun terakhir, ia selalu menggunakan kursi roda dalam menjalankan aktivitasnya.
Sejak 1,5 tahun menjalani kuliah pascasarjana di UGM, Ayie sakit. Otot paha kanannya tiba-tiba mengecil. Dokter memvonisnya terkena penyakit demyelinisasi. Ayie bahkan sempat mempertimbangkan berhenti melanjutkan pendidikan doktornya.
“Suami saya sampai ikut kuliah dan seminar untuk mendampingi. Untung dia sudah purnatugas jadi bisa menemani,” kata Ayie, yang menceritakan bahwa sang suami adalah pensiunan staf ahli gubernur Jawa Tengah.
Meski sempat cuti selama satu semester akibat penyakitnya, Ayie sanggup menyelesaikan pendidikan doktor dalam waktu enam tahun empat bulan. Ayie mengaku tidak menyangka akan diwisuda bareng anaknya. Dia justru bangga bisa menyelesaikan pendidikan doktor di usia yang tidak muda lagi.
“Saya ingin memotivasi dan menginspirasi yang muda-muda. Saya sudah 23 tahun banyak beraktivitas (sebagai pengajar). Saya ingin meningkatkan keilmuan saya,” kata Ayie.
Sang anak, Budi Prasetyo Samadikun, pun mengaku tidak menyangka bisa wisuda bersama ibunya. Sejak awal, kata Budi, mereka sudah saling mendukung untuk segera menyelesaikan pendidikan strata tiga masing-masing. Beruntung mereka akhirnya bisa diwisuda dalam waktu yang sama.
“Dari dulu sudah ada angan-angan, kalau bisa wisuda bareng. Eh, enggak tahunya kesampaian,” kata pengajar Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro itu.
Budi mengaku sangat mengagumi sosok ibunya yang amat bersemangat menyelesaikan pendidikan meski kondisi fisiknya sempat menghambat. Budi mengaku justru ibunya yang selalu memotivasinya untuk fokus menyelesaikan pendidikan.
“Di tengah jalan ada pasang surut, tapi kita saling support,” kata Budi.
Halaman Selanjutnya
“Suami saya sampai ikut kuliah dan seminar untuk mendampingi. Untung dia sudah purnatugas jadi bisa menemani,” kata Ayie, yang menceritakan bahwa sang suami adalah pensiunan staf ahli gubernur Jawa Tengah.