Kisah Pembantu Rumah Tangga Jadi Wisudawan Terbaik

Darwati dan kedua orang tuanya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto (Semarang)
VIVA.co.id
Agar Hari Pertama Anak Masuk TK Berjalan Lancar
- Darwati. Pendek saja namanya. Dia menjadi pusat perhatian saat maju ke atas podium upacara wisuda di kampus Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang, Jawa Tengah, Rabu 20 Mei 2015.

Sistem 'Full Day School' Dinilai Cocok Hanya untuk SMA

Gadis 23 tahun itu tak kuasa menahan air mata. Mahasiswi yang menyambi menjadi pembantu rumah tangga itu berhasil menyelesaikan kuliah.
Mendikbud Anteng Kena 'Bully' Soal Full Day School


Darwati menjadi wisudawan terbaik Program Studi Administrasi Bisnis dengan Indeks Prestasi kumulatif meyakinkan (cumlaude) 3,7. Sebuah prestasi membanggakan bagi anak seorang petani penggarap yang tinggal di kampung kecil Gunungan, kecamatan Todanan, kabupaten Blora, Jawa Tengah itu.


Air mata haru sepertinya mengembalikan ingatannya betapa perjuangan belajarnya sungguh sangat berat dijalani. Tidak mudah memang, aktivitas belajar dibarengi dengan bekerja sebagai pekerja rumah tangga yang ia jalani selama lima tahun terakhir. Tak jarang, ejekan orang tak asing di telinga. Namun hal itu Darwati anggap sebagai angin lalu. Gadis berparas cantik itu mengaku terus fokus menyelesaikan kuliahnya sambil bekerja.


"Hujatan dan bahkan hinaan sudah biasa. Justru saya jadikan motivasi untuk lebih keras lagi belajar. Saya selalu ingin buktikan bahwa saya bisa," ujar Darwati.


Dengan nada lirih, Darwati mengisahkan awal mula dirinya ingin menekuni kuliah di Semarang. Meskipun secara fisik dirinya bekerja di rumah milik salah satu pejabat Pemkab Grobogan.




Putri dari pasangan Sumijan dan Jasmi ini memang harus memutar otak tatakala orangtuanya hanya mampu menyekolahkannya hingga SMA Muhammadiyah Blora. Ayah dan ibunya hanya seorang petani penggarap berpenghasilan minim. Jangankan untuk biaya kuliah, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga saja bisa dibilang cukup. Hingga akhirnya dia memilih bekerja untuk bisa kuliah sendiri.


"Sebelum kerja jadi PRT di Purwodadi, saya pernah jadi PRT di Jakarta, tapi di sana tidak betah dan mencari kerja di Jawa Tengah saja," kata gadis berparas ayu itu.


Sebelum masuk kuliah, Darwanti mengaku telah bekerja selama satu tahun sebagai PRT di rumah seorang dokter gigi di Grobogan. Niatnya ingin kuliah kemudian memberanikan diri untuk minta izin kepada majikannya. Sang majikan pun merestui.


"Tahun 2011 lalu saya akhirnya mendaftar kuliah. Atas restu orangtua dan majikan saya," imbuh dia.


Bekerja sebagai PRT dengan jarak yang cukup jauh antara Grobogan-Semarang awalnya dijalaninya sangat sulit. Pekerjaan sehari-hari seperti menyapu, mengepel lantai, cuci piring dan perkerjaan lain selalu dijalani.


"Biasanya Senin sampai Rabu saya minta izin ke majikan saya untuk kuliah di Semarang. Dan Kamis sampai Minggu saya bekerja lagi di Grobogan, " kata gadis yang mengaku kerja di di Jalan Hayam Wuruk Purwodadi itu.


Untuk biaya kuliah, awalnya dia mengaku mendapatkan upah senilai Rp300 per bulan.  Uang itu sebagian disisihkan untuk registrasi kuliah sebesar Rp2,5 juta per semester.


"Sudah cukup untuk bayar kuliah. Kalau merasa butuh banget, baru minta bantuan orang tua di kampung. Kadang pas mau kuliah ke Semarang dikasih uang saku sama majikan,” kata dia.


Aktivitas itu yang terus dijalani Darwati sampai akhirnya genap empat tahun. Darwanti tak menyangka, kerja kerasnya kini membuahkan hasil. Dia bahkan menjadi inspirasi banyak orang, bahwa siapa saja bisa berhasil dengan kerja keras dan pantang menyerah. Ayah dan ibu nya pun bangga, putri kesayangannya kini mampu membuka ribuan pasang mata.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya